BANJIR? WASPADA LEPTOSPIROSIS
BANJIR? WASPADA LEPTOSPIROSIS
Setiap memasuki musim hujan, istilah penyakit Leptospirosis banyak dibicarakan kemunculannya. Memang, Leptospirosis masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, terutama di daerah rawan banjir.
LEPTOSPIROSIS
Penyakit Leptospirosis disebabkan oleh bakteri yang disebut Leptospira. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis, karena ditularkan melalui hewan/ binatang. Bakteri Leptospira dapat ditemukan pada hewan ternak lembu, babi, kuda, anjing dan binatang pengerat. Di Indonesia, hewan penular utama adalah tikus melalui kotoran dan air kencingnya.
Pada musim hujan, terutama saat banjir, tikus-tikus yang tinggal di liang-liang tanah ikut keluar menyelamatkan diri. Tikus tersebut akan berkeliaran di sekitar manusia dimana kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir. Seseorang yang mempunyai luka, kemudian terendam air banjir atau lumpur yang sudah bercampur dengan kotoran/kencing tikus mengandung bakteri lepstopira, akan berpotensi terinfeksi bakteri Leptospira dan menjadi sakit. Penularan penyakit juga dapat melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi kencing tikus yang terinfeksi.
Penyakit Leptopsirosis dalam tubuh manusia dapat menimbulkan gejala atau tidak sama sekali. 90% kasus Leptospirosis bermanifestasi sebagai penyakit demam akut dan mempunyai prognosis baik sedangkan 10% kasus dapat menyebabkan kematian.
GEJALA LEPTOSPIROSIS :
• Demam mendadak hingga menggigil, sakit kepala, muntah, pegal pegal,
• Konjungtivitis tanpa disertai sekret mata (conjunctival infusion)
• Nyeri otot terutama otot betis dan otot punggung
Waktu inkubasi penyakit 2 hari sampai 4 minggu. Jika Anda mengalami gejala diatas setelah 1-2 minggu yang lalu berada di lingkungan tercemar atau terkena banjir, maka segera ke pelayanan kesehatan terdekat.
DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS :
Gejala ini banyak dijumpai pada penyakit lain sehingga dapat salah diagnosis. Untuk diagnosis pasti Leptospirosis ditetapkan dengan pemeriksaan laboratoris melalui uji air seni atau darah.
Terdapat tiga kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisikan kasus Leptospirosis, yaitu :
1) Kasus Suspek, 2) Kasus Probable, dan 3) Kasus Konfirmasi. (Depkes RI, 2015)
1. Kasus Suspek (dicurigai)
Demam akut dengan atau tanpa sakit kepala, disertai nyeri otot, lemah, konjungtivititis tanpa sekret mata dan ada riwayat terpapar dengan lingkungan yang terkontaminasi atau aktifitas yang merupakan faktor risiko Leptospirosis dalam kurun waktu 2 minggu.
Faktor risiko tersebut antara lain :
a) Kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira atau urine tikus saat terjadi banjir;
b) Kontak dengan sungai atau danau dalam aktifitas mandi, mencuci atau bekerja di tempat tersebut;
c) Kontak dengan persawahan ataupun perkebunan (berkaitan dengan pekerjaan) yang tidak menggunakan alas kaki;
d) Kontak erat dengan binatang, seperti babi, sapi, kambing, anjing yang dinyatakan terinfeksi Leptospira;
e) Terpapar atau bersentuhan dengan bangkai hewan, cairan infeksius hewan seperti cairan kemih, placenta, cairan amnion, dan lain-lain;
f) Memegang atau menangani spesimen hewan/manusia yang diduga terinfeksi Leptospirosis dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya;
g) Pekerjaan atau melakukan kegiatan yang berisiko kontak dengan sumber infeksi, seperti dokter, dokter hewan, perawat, tim penyelamat atau SAR, tentara, pemburu, dan para pekerja di rumah potong hewan, toko hewan peliharaan, perkebunan, pertanian, tambang, serta pendaki gunung, dan lain-lain.
2. Kasus Probable (diduga).
Dinyatakan probable merupakan saat di mana kasus suspek memiliki dua gejala klinis di antara tanda-tanda berikut :
a) Nyeri
b) Ikterus atau jaundice, merupakan kondisi medis yang ditandai dengan menguningnya kulit dan sklera (bagian putih pada bola mata);
c) Manifestasi pendarahan;
d) Sesak Nafas
e) Oliguria atau anuria, yakni ketidakmampuan untuk buang air kecil;
f) Aritmia jantung;
g) Batuk dengan atau tanpa hemoptisis (batuk darah) ;dan
h) Ruam kulit.
Selain itu, memiliki gambaran laboratorium:
a) Trombositopenia < 100.000 sel/mm; b) Leukositosis dengan neutropilia > 80%;
c) Kenaikan jumlah bilirubin total > 2 gr% atau peningkatan SGPT, amilase, lipase, dan creatin phosphokinase (CPK);
d) Penggunaan rapid diagnostic test (RDT) untuk mendeteksi imunoglobulin M (IgM) anti leptospira.
3. Kasus Konfirmasi
Dinyatakan sebagai kasus konfirmasi di saat kasus probable disertai salah satu dari gejala berikut:
a) Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik (air seni atau darah)
b) Hasil Polymerase Chain Reaction (PCR) positif; dan
c) Sero konversi microscopic agglutination test (MAT) dari negatif menjadi positif.
PENGOBATAN LEPTOSPIROSIS :
Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan pemberian Antibiotik golongan penisilin. Rawat Inap diperlukan apabila dijumpai gejala komplikasi pada pasien. Saat ini, belum ada kebijakan dari Kemenkes RI mengenai pengobatan massal, mengingat Leptospirosis relatif mudah disembuhkan dengan antibiotik, apabila cepat dalam diagnosa.
PENCEGAHAN LEPTOSPIROSIS :
1. Simpan makanan dan minuman yang baik agar terhindar dari tikus
2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah bekerja di kebun, sampah, tanah, selokan atau daerah tercemar lainnya
3. Menjaga kebersihan lingkungan
4. Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah
5. Menghindari adanya tikus di gedung atau rumah dengan menjaga kebersihan lingkungan
6. Bila kulit Anda terluka, maka tutupilah luka dan lecet tersebut dengan pembalut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan tanah, lumpur, air atau yang mungkin dicemari air kencing binatang
7. Pakailah sepatu bila keluar, terutama bila tanahnya basah atau berlumpur
Sumber : DEPKES RI, 2015
Telah terbit di Tabloid Nakita ed 975, 13 Desember 2017
Narasumber :
dr Vicka Farah Diba Msc SpA
RS Condong Catur Yogyakarta
0 Komentar