Pendapat IDAI Tentang Pemberian Obat dalam Bentuk Puyer

Sampai sejauh ini belum ada penelitian berbasis bukti ilmiah yang melaporkan tentang perbandingan efikasi dan keamanan antara pemberian obat dalam bentuk puyer dan sirup. Pendapat yang ada selama ini hanya berdasarkan pemikiran logika/asumsi. Baik sirup dan puyer masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Obat puyer :

  • Tidak semua jenis obat tersedia dalam bentuk sirup sehingga bila diberikan kepada bayi atau anak perlu digerus terlebih dahulu menjadi bentuk puyer.
  • Kemungkinan penyampuran kurang merata masih mungkin terjadi. Walaupun demikian, dosis obat umumnya mempunyai kisaran atau rentang yang lebar (misalnya 30-50 mg/kgBB/hari).
  • Harga lebih ekonomis dibanding obat sirup

Obat sirup :

  • Pemberian sirup harus disertai sendok dengan ukuran baku. Pada kenyataannya, seringkali (30%) tanpa disertai sendok obatnya, sehingga orangtua menggantinya dengan sendok teh atau sendok makan yang ukurannya tidak sama dengan ukuran baku sendok obat.
  • Kelembaban udara mempengaruhi bioaviabilitas (ketersediaan hayati) obat sirup, sehingga waktu kadaluarsanya menjadi lebih pendek dari yang tercantum pada botolnya bila tutupnya telah dibuka, terutama di daerah tropis.
  • Jumlah obat yang diperlukan seringkali melebihi 1 botol atau tidak sampai 1 botol, sehingga kurang ekonomis karena tidak dapat diberikan sesuai kebutuhan. Sirup yang telah dibuka tutupnya hanya untuk 1 kali pemakaian.
  • Beberapa obat sirup juga mengandung lebih dari 1 macam komponen obat.

Yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat adalah pemberian secara rasional dan memperhatikan interaksi dari obat yang diberikan. IDAI setuju untuk dilakukan pengkajian terhadap penggunaan kedua bentuk obat tersebut. Pemberian obat adalah hak professional seorang dokter dan bila ada masalah harus dibicarakan terlebih dahulu di tingkat institusi (ikatan profesi atau fakultas) bukan dibahas di masyarakat. Pada saat ini, apakah pemerintah sudah siap untuk menyediakan sirup yang beragam dengan harga terjangkau yang disertai alat ukur di seluruh pelayan kesehatan masyarakat? Oleh karena itu, sambil menunggu adanya kajian tentang penggunaan kedua bentuk obat tersebut dan kesiapan pemerintah, tidak ada salahnya memberikan obat dalam bentuk puyer tetapi dengan memperhatikan rasionalisasi pemberian obat.

Jakarta, 12 Februari 2009
Dr. Badriul Hegar, SpA(K) (ketua Umum IDAI), Dr. Sudung O. Pardede, SpA(K) (Sekretaris umum)