Diperlukan kerjasama berbagai pihak agar program imunisasi di Indonesia dapat terselenggara lebih baik

Jakarta, 10 Juli 2012. Pemikiran yang keliru tentang imunisasi melalui berbagai saluran media massa beberapa tahun terakhir ini dipandang dapat mengganggu kemajuan program imunisasi di Indonesia. Perlu dilakukan penjelasan terhadap pemikiran yang keliru tersebut agar kejadian dan kematian penyakit infeksi berat dapat dicegah dan ditekan melalui imunisasi. Kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah, para profesi kesehatan terutama dokter anak dan pihak swasta serta masyarakat luas perlu ditingkatkan.

“Upaya meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dokter anak secara kontinu dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP-IDAI). Setiap tahun Satgas Imunisasi menyelenggarakan Simposium, tahun ini telah memasuki tahun ke 3 yang mengambil tema ‘Immunization for bright future of our children’. Simposium diselenggarakan pada 8-10 Juli 2012 merupakan bagian dari Continuing Professional Development (CPD) para dokter”.demikian dikatakan DR.Dr.Hanifah Oswari, SpA(K), ketua panitia penyelenggara, dalam pembukaan pada seminar media, hari ini.

Lebih lanjut dikatakan bahwa, “Simposium Imunisasi kali ini dilakukan bersamaan dengan Pelatihan Vaksinologi untuk dokter anak, dokter umum, dan bidan atau perawat, diharapkan dapat membekali tenaga kesehatan dan update keilmuan yang akan diaplikasikan kepada masyarakat. Berdasarkan data terakhir WHO sampai saat ini, angka kematian balita akibat penyakit infeksi yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi masih tinggi, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun, misalnya batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak setiap tahun menderita serangan campak.”

Dr. Badriul Hegar, PhD, SpA(K), Ketua PP-IDAI mengatakan “Melaksanakan imunisasi merupakan kewajiban kita dalam mensejahterakan anak Indonesia sesuai dengan hak anak yang tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia tahun 1990, yaitu hak untuk dilindungi. Kita masih melihat cukup banyak anak Indonesia meninggal dunia karena suatu penyakit, padahal seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Sebagai warga negara Indonesia, kita harus berperan untuk mengatasinya, karena kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melakukannya?”

”Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) akan selalu membantu pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit dan mencegah kematian pada anak. Kami menghimbau kepada para profesional kesehatan seperti dokter anak, dokter umum, dan bidan, agar memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi. Begitu pula perlu diinformasikan bahwa vaksin yang tersedia saat ini aman, telah melalui tahapan uji klinik, dan mendapat ijin edar BPOM. Vaksin yang dipakai oleh program imunisasi juga telah memperoleh pengakuan dari Badan International WHO dan lolos PQ (prakualifikasi),” tambahnya.

Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K), selaku ketua Satgas Imunisasi IDAI, Ketua ITAGI dan Ketua KOMNAS PP KIPI Kemenkes, pada kesempatan yang sama mengemukakan, “Pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Melalui imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi yang berbahaya sehingga memiliki kesempatan untuk beraktivitas, bermain, belajar tanpa terganggu dengan masalah kesehatan.”

”Adanya pemikiran yang keliru mengenai imunisasi (miskonsepsi) merupakan salah satu masalah yang terjadi di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia. Pemikiran yang sering muncul antara lain isu vaksin tidak halal karena menggunakan media yang tidak sesuai syariat, efek samping karena mengandung zat-zat yang berbahaya, isu konspirasi dari negara Barat untuk memperbodoh dan meracuni penduduk negara berkembang serta adanya bisnis besar di balik program imunisasi. Diperlukan informasi untuk menjelaskan masalah ini sehingga masyarakat akan mendukung sepenuhnya program imunisasi. Orangtua harus fokus kepada penyakitnya dan bukan efek samping yang pada umumnya ringan. Masyarakat perlu lebih cermat dan berhati-hati dalam menyikapi berbagai informasi terkait imunisasi, misalnya menyikapi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), apakah KIPI berhubungan dengan imunisasi atau tidak. Sebaiknya masyarakat mengacu pada informasi yang diberikan oleh Komite Daerah (Komda) Pemantauan dan Penanggulangan KIPI yang ada di provinsi atau Komite Nasional (Komnas) KIPI di Jakarta. Karena berita atau laporan kecurigaan adanya KIPI selalu dikaji secara ilmiah oleh berbagai ahli, seperti pakar penyakit infeksi, imunisasi, dan imunologi yang ada di komite tersebut.

Sejatinya, masyarakat tidak perlu ragu akan keamanan dan manfaat imunisasi. Saat ini, 194 negara di seluruh dunia melaksanakan dan yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi dan balita. Bahkan, negara-negara industri dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi masih terus melaksanakan program imunisasi. Termasuk negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan imunisasi lebih dari 85 persen. Anak di negara industri tampak lebih sehat daripada anak yang berada di negara berkembang, yang merupakan bukti mereka telah mempunyai kekebalan yang tinggi terhadap penyakit infeksi yang berbahaya. Maka, dapat dikatakan pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan investasi kesehatan untuk masa depan. Sebaiknya, semua bayi dan balita diimunisasi secara lengkap.”

Dalam paparannya, Prof. Sri mengemukakan, “Di samping isu-isu tersebut, masih terdapat beberapa hal yang menghalangi dilakukannya imunisasi pada bayi antara lain masalah pro kontra ASI, kekebalan alamiah dan imunisasi. Masih banyak orang yang berpendapat, anak yang telah diberi ASI tidak perlu lagi diimunisasi karena telah memiliki kekebalan alamiah. Memberikan ASI secara benar dapat membebaskan bayi dari berbagai penyakit, jadi pastikan bayi Anda mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Selain mengandung zat gizi yang dibutuhkan, ASI kaya akan zat imun pencegah penyakit. Namun, ASI tidak bisa menggantikan imunisasi, karena tidak mencukupi untuk membentuk kekebalan spesifik. Air susu ibu memperkuat pertahanan tubuh secara umum, namun tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya. Bila jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih bisa sakit berat, cacat atau mati. Hal yang justru penting diperhatikan dan sering terlupakan adalah keteraturan dalam pemberian imunisasi. Imunisasi sebaiknya dilakukan sesuai jadwal dan melakukan imunisasi ulangan sesuai dengan usia yang ditentukan. Sebagian besar vaksin dasar diberikan pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan pemberian ulangan setelah umur 1 tahun untuk mempertahankan kadar antibodi dalam jangka waktu lama. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, cara pemberian imunisasi dan penyimpanan vaksin perlu diperhatikan dengan baik.”

Dr. H. Andi Muhadir, MPH, Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI pada kesempatan yang sama mengatakan, tahun lalu (2011) imunisasi dasarrutin pemerintah bersama dengan seluruh anggota IDAI dan IDI dibantu oleh IBI dan PPNI telah berhasil memberikan imunisasi kepada sekitar 4,5 juta (4.485.000) anak usia 0-1 tahun (vaksin yang diberikan berupa BCG satu kali, polio empat kali, DPT/HB tiga kali dan campak pada usia 9 bulan satu kali), demikian juga imunisasi yang pada anak usia sekolah yang disebut BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) dengan memberikan campak dan tetanus difteri pada anak kelas satu sedangkan pada anak kelas dua dan tigadiberikan imunisasi Td (tetanus dan difteri untuk anak > 7 tahun), pada tahun lalu telah berhasil memberikan imunisasi pada 12.162.157 (88,2%) anak sekolah (kelas satu sampai tiga). Untuk mengurangi anak-anak yang rentan dimasyarakat,Kemenkes telah menyelenggarakan pencanangan kampanye pemberian imunisasi tambahan campak dan polio, dalam 3 fasesejaktahun 2009 di 3 Provinsi, 2010 di 11 Provinsidanpadatahun 2011 dimulai tanggal 18 Oktober, kepada balita di 17 Provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Lampung, Papua, NTB dan seluruh Provinsi di Kalimantan dan Sulawesi.”

Tahun 2012 ini telah disepakati sebagai “Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin” atau Intensification of Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional atau GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan cakupan imunisasi > 80% dan pemerataan pelayanan imunisasi sampai ke seluruh desa di Indonesia. Masyarakat sebaiknya mewaspadai isu-su yang muncul, jangan mudah mempercayai hal-hal yang tidak jelas dan tidak ilmiah. Untuk itu kami mohon, teman-teman wartawan mendidik masyarakat agar dapat memberikan informasi yang baik.Ke depan, kami juga akan terus menggiatkan kampanye imunisasi sehingga anak-anak Indonesia memiliki kekebalan terhadap penyakit sekaligus membantu percepatan pencapaian MDG 4,” ditekankan dr. Andi.

Sementara itu, dalam menjabarkan pandangan agama tentang imunisasi, Drs.H. Aminuddin Yakub, MA dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengemukakakan, ”Vaksin-vaksin yang dipergunakan dalam program imunisasi nasional aman dan telah mendapat izin dari MUI. Vaksin tersebut buatan produksi pabrik lokal PT. Bio Farma dan telah diekspor ke negara-negara Islam.”

 Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia