nakita1Bukan hanya di kolam atau bak mandi saja, di ember besar yang ada di rumah pun, anak bisa tenggelam.

Memang, sebagian besar kasus tenggelam terjadi 90% di sungai, danau, ataupun kolam renang dan 10% di laut. Namun, kita tetap harus hati-hati ya, Mama Papa. Pasalnya, sekalipun si kecil bermain air di dalam ember besar dengan kedalaman air hanya setinggi pusarnya dalam posisi duduk, namun bukan berarti ia akan terbebas dari risiko tenggelam ataupun hampir tenggelam.

Kok, bisa?
Hal ini bisa terjadi jika anak, misalnya, terpeleset atau duduknya oleng sehingga membuatnya terjerembab dengan mulut dan hidung terendam air, yang mengakibatkan anak tak dapat bernapas. Jadi, yang dimaksud tenggelam bukan melulu berarti seluruh tubuh—dari ujung rambut sampai ujung kaki—berada di dalam air ya, Mama Papa.

Mengacu pada definisi WHO, “tenggelam” (drowning) merupakan suatu keadaan mati lemas kurang dari 24 jam akibat kekurangan oksigen di dalam air. Sedangkan “hampir tenggelam” (near drowning) adalah kondisi dapat bertahan hidup lebih dari 24 jam dari peristiwa tenggelam. Dengan demikian, tenggelam dan hampir tenggelam pada anak bisa terjadi pula di toilet, bak mandi, akuarium, bahkan di kubangan.
Sejak 1990 sampai 2000, tenggelam merupakan penyebab kematian kedua akibat kecelakaan tak disengaja pada anak usia 1—19 tahun di Amerika Serikat, dengan kelompok usia tertinggi adalah balita. Sedangkan hampir tenggelam merupakan penyebab terjadinya gangguan neurologis berat pada anak. Anak yang masih memerlukan pertolongan resusitasi ketika sampai di RS, biasanya memiliki prognosis buruk, setidaknya setengah dari korban menderita gangguan neurologis yang signifikan. Oleh karena itu, tindakan pencegahan merupakan cara terbaik untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat tenggelam pada anak. Pengawasan anak-anak ketika sedang berada dalam air merupakan strategi pencegahan utama.

FAKTOR RISIKO TENGGELAM

  • Anak di bawah 5 tahun (balita).
  • Anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan (9 : 5,2 dalam 100.000 populasi di Amerika Serikat)
  • Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama balita).
  • Kurangnya keterampilan berenang.
  • Kurangnya persiapan alat perlindungan seperti pelampung.
  • Sosio ekonomi rendah (hal ini berkaitan dengan banyaknya anak dalam satu rumah, sehingga mengakibatkan kurangnya pengawasan, rendahnya kemampuan renang yang dimiliki, serta lebih seringnya terpapar dengan sumber air bebas seperti sungai atau danau).

DAMPAK TENGGELAM
Meskipun hampir tenggelam (near drowning) mengandung definisi selamat setelah tenggelam, namun 5—10% near drowning menyebabkan gangguan syaraf berat pada anak. Gangguan syaraf yang terjadi berupa kejang, epilepsi, kelumpuhan anggota tubuh, penurunan kesadaran hingga koma. Kejang diakibatkan oleh adanya pembengkakan otak dan keasaman darah yang terjadi karena kekurangan oksigen serta perubahan tekanan osmosis secara cepat pada sel akibat tingginya konsentrasi garam seperti saat tenggelam dalam air laut.

Apa yang sebenarnya terjadi sehingga menyebabkan hal hal tersebut di atas? Begini penjelasannya. Penyebab cedera utama tenggelam adalah kondisi hipoksia atau kekurangan oksigen. Pada kejadian tenggelam, 10—20% terjadi refleks laringospasme (penutupan kerongkongan) yang berfungsi menghalangi masuknya air ke paru (aspirasi). Refleks laringospasme ini menyebabkan terjadinya hipoksia pada korban.

Pada beberapa korban tenggelam, refleks laringospasme tidak muncul sehingga menyebabkan masuknya air ke paru. Air kemudian mencuci keluar surfaktan (cairan pengembang paru) dan menyebabkan paru menjadi kolaps. Korban kemudian mengalami henti napas dan biru sehingga membutuhkan tindakan resusitasi.
Kondisi anoksia (tidak adanya oksigen) yang berlangsung 1—3 menit sudah dapat menganggu fungsi organ-organ penting, seperti otak dan jantung. Akibatnya, dapat terjadi gangguan kesadaran, gangguan irama jantung atau serangan jantung. Bila dilakukan resusitasi segera, biasanya fungsi jantung dapat tertolong, namun fungsi sistem saraf pusat mungkin tidak. Bila kondisi anoksia lebih parah, maka gangguan pernapasan dapat dijumpai. Sebagian besar kematian akibat tenggelam pada anak yang mendapat pertolongan di RS adalah akibat gangguan otak, bukan akibat gangguan paru.

Indikator terjadinya gangguan saraf irreversibel serta kematian pada korban tenggelam dapat dinilai dengan Pediatric Risk Mortality Score (PRISM Score)yang meliputi : 

  • Usia anak < 3 tahun.
  • Tenggelam lebih lama dari 5 menit.
  • Resusitasi tidak dilakukan dalam 10 menit setelah korban diselamatkan.
  • Adanya kejang, pelebaran pupil mata, kelumpuhan dan kelemahan anggota tubuh.
  • Tidak ada denyut jantung (Asistole) saat tiba di UGD.
  • Keasaman darah (PH darah < 7,1)
  • Hiperglikemi (kadar gula dalam darah lebih tinggi dari normal).
  • Penurunan kesadaran atau Koma (SKG* <5) *Skala Koma Glasgow
  • Apnea (henti napas) setelah resusitasi.

Mengingat beratnya dampak yang ditimbulkan oleh kondisi ini, maka pencegahan tenggelam dan resusitasi awal di tempat kejadian memegang peranan penting untuk meminimalkan kerusakan otak akibat adanya hipoksia.

nakita3PENCEGAHAN TENGGELAM
Berikut ini pencegahan tenggelam pada anak yang disarankan oleh American Academy of Pediatrcs (AAP).
Anak di bawah 5 tahun (balita) :

  • Anak harus selalu didampingi orangtua ketika berada di dalam air, baik di kolam renang ataupun ketika berendam dalam bak mandi di rumah.
  • Pelampung atau alat bantu renang lainnya dapat digunakan ketika anak berenang, namun tidak bisa menggantikan pengawasan orangtua terhadap anak
  • Orangtua dan orang dewasa di sekitar anak harus belajar cara melakukan pertolongan terhadap anak tenggelam dan tahapan resusitasi jantung paru.

Anak usia 5—12 tahun:

  • Kemampuan motorik anak di atas usia 5 tahun sudah mampu untuk belajar berenang, sehingga orangtua dapat mengajari anak berenang pada usia ini.
  • Anak tetap harus diawasi orangtua ketika sedang berenang dan dilarang berenang sendirian di alam terbuka.
  • Pastikan adanya pengawas yang mempunyai keahlian penyelamatan dan resusitasi ketika anak berenang di kolam renang umum atau di alam bebas.
  • Pakailah alat penyelamat diri seperti pelampung atau jaket ketika anak sedang naik perahu atau melakukan aktivitas di atas air yang mempunyai potensi jatuh dan tenggelam.
  • Anak dengan riwayat kejang atau anak dengan keterbelakangan motorik harus didampingi orangtua kapan saja mereka berada di dalam air.
  • Terjun dan menyelam di dalam air mempunyai risiko tersendiri sehingga pengetahuan tentang kedalaman air, suhu air, dan kondisi dasar air harus dipelajari lebih dahulu.

Bila mempunyai kolam renang di rumah :

  • Pagari kolam renang dari empat sisi sehingga kolam renang tidak dapat langsung diakses dari rumah.
  • Pemasangan pagar empat sisi efektif mencegah lebih dari 50% kejadian tenggelam di kolam renang pada anak.
  • Pengamanan kolam renang lain, seperti pemakaian terpal atau alarm, dapat dijadikan sebagai tambahan namun tidak dapat menggantikan fungsi keamanan pagar empat sisi.

RESUSITASI AWAL

Oleh karena pertolongan pertama di tempat kejadian sangat penting, maka disarankan setiap orang dewasa memiliki keahlian dalam melakukan resusitasi. Keahlian ini dapat dilatih dengan mengikuti Pelatihan Penanganan Gawat Darurat untuk Awam (linkweb http://ppgd-gels.com/en/)

nakita6Telah Terbit di Tabloid Nakita Ed 840, Available at Scoop Magazine