antivaccPejabat kesehatan California, memberi larangan berkunjung ke Disneyland bila status Imunisasi anak tidak jelas atau tidak lengkap, terutama Imunisasi Campak. Hal ini diberlakukan akibat merebaknya kasus campak di California. Menurut laporan CDC, wabah campak dimulai di dua taman Disney Park di California sejak akhir Desember 2014 lalu. Dan saat ini, bulan Februari 2015, telah terjadi 118 kasus campak setelah sekelompok orang yang tidak divaksinasi MMR bertamasya ke Disneyland dan menularkan penyakit itu. Disneyland sebagai tempat bertemunya banyak orang dari seluruh dunia, dikhawatirkan menjadi tempat epidemi penyakit campak. 

Merebaknya penyakit yang sebenarnya bisa dicegah Imunisasi di negara-negara Eropa serta Amerika Serikat (AS) itu terjadi seiring dengan munculnya gerakan orangtua yang menolak memvaksinasi anak mereka.Banyak orangtua menolak memberikan vaksin measles, mumps, and rubella (MMR) atau campak, gondok, dan rubela, kepada anak mereka karena vaksin itu dituding meningkatkan peluang terjadinya Autisme. Padahal, teori tersebut telah terbantahkan oleh sejumlah penelitian terbaru. Wabah campak yang melanda AS ini juga memicu diskusi mengenai keengganan orangtua memvaksinasi anak mereka. Rupanya bukan hanya di Indonesia saja merebak “isu anti imunisasi” ini 😀

Ketua Satgas Imunisasi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro Sp.A(K) menyatakan ”Sejauh ini tidak ada bukti efek buruk antara imunisasi dan gangguan kesehatan lain. Sebaliknya, banyak penelitian yang mendukung bahwa dengan imunisasi, anak akan terhindar dari ancaman penyakit berbahaya, kecacatan, dan kematian,”  IDAI sendiri juga telah memberikan Pernyataan mengenai Isu Anti Imunisasi tersebut.

Campak memang sangat infeksius dan lebih menular daripada polio, cacar atau flu. Penderita campak bisa menginfeksi 11-18 orang. Sedangkan pada virus flu, setiap pasien hanya bisa menginfeksi 2-5 orang. Oleh karena itu biasanya penderita campak memerlukan isolasi. Virus ini memiliki masa inkubasi 21 hari sehingga orang-orang yang sudah terinfeksi campak, namun belum menunjukkan gejala masih dapat melakukan perjalanan jauh sebelum mereka sadar telah terjangkit virus campak. Saat ini makin banyak kasus campak dialami orang dewasa, namun, anak-anak masih menjadi mayoritas korban penyakit menular itu.

Campak kerap kali dianggap biasa dan remeh. Padahal, virus campak dapat menimbulkan komplikasi akibat infeksi saluran pernapasan, telinga tengah, otak, dan gangguan kekebalan tubuh yang memudahkan penularan penyakit lain. Campak dan komplikasinya, dapat dicegah dengan pemberian vaksin campak. Vaksin campak ada yang diberikan dalam bentuk monovalen maupun kombinasi campak dengan gondongan dan rubela (MMR). 

Tentang Vaksin Campak dan MMR (IDAI)
Setelah vaksinasi campak dan MMR, apa yang dapat terjadi pada bayi ?
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak nyaman di bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul 5 – 12 hari setelah penyuntikan selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak tinggi, erupsi kulit kemerahan halus / tipis yang tidak menular, pilek. Pembengkakan kelenjar getah bening kepala dapat terjadi sekitar 3 minggu pasca imunisasi MMR. Orangtua / pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 – 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi/anak ke dokter.

Bayi yang pernah sakit campak apakah perlu divaksin campak pada umur 9 bulan?
Boleh. Karena beberapa penyakit virus lain gejalanya mirip campak, sehingga orangtua bahkan dokter keliru, bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus lain dianggap sebagai campak. Seandainya benar-benar pernah menderita campak, bayi tetap boleh diberikan vaksin campak, tidak merugikan bayi, karena kekebalannya hanya bertahan beberapa tahun. Oleh karena itu semua anak balita dan usia sekolah di daerah yang banyak kasus campak dan cakupan imunisasinya masih rendah harus mendapat imunisasi campak ulangan (penguat) agar kekebalannya bisa berlangsung lama.

Apakah imunisasi MMR menyebabkan anak menderita autisme ?
Sampai saat ini belum ada bukti yang menyokong bahwa imunisasi (jenis imunisasi apapun) dapat menyebabkan autisme. Badan Kesehatan Dunia (WHO) maupun Departemen Kesehatan tetap merekomendasikan pemberian imunisasi sesuai jadwal yang telah ditentukan.