MANAJEMEN NUTRISI PADA CHYLOTHORAX

PENDAHULUAN

Suatu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien anak setelah operasi jantung bawaan adalah terjadinya efusi cairan chylous atau chylothorax dengan insidensi kurang lebih 1,3%. Chylothorax adalah sejenis efusi pleura dengan jenis cairan chylous (cairan limfe) akibat adanya kebocoran dari saluran limfe rongga dada akibat adanya kerusakan dari duktus thoraxikus oleh karena tindakan bedah jantung. Seorang anak dengan efusi cairan chylous memerlukan pemasangan drainase paru untuk mengurangi tekanan dan kerja paru.

Prosedur standar untuk penanganan chylothorax adalah modifikasi diet yaitu mengurangi konsumsi asam amino rantai panjang (LCFA = Long Chain Fatty Acid) dengan pemberian diet Medium Chain Triglycerides (MCT). Dengan membatasi konsumsi Long Chain Fatty Acid (LCFA) maka aliran limfe duktus thoraxikus dapat dikurangi dan penumpukan cairan chylus di thorax juga dapat berkurang. Selain itu pasien juga harus tetap diberikan konsumsi kalori, cairan dan elektrolit yang cukup dan asam amino esensial yang cukup. Beberapa sumber dari asam amino esensial antara lain adalah susu kedelai, lemak jagung yang tinggi dalam konsentrasi asam linoleat. Susu kedelai dan minyak canola juga mempunyai konsentrasi tinggi dari asam linolenat

Selain dengan manajemen nutrisi sebagai tambahan penanganan chylothorax dapat dilakukan drainase dari cairan efusi melalui torakosintesis yang diperlukan untuk mengurangi gejala distress respirasi pada pasien. Yang harus diperhatikan kemudian adalah hilangnya cairan dan protein melalui cairan efusi pleura sehingga diperlukan manajemen balans cairan dan pengawasan hilangnya protein, albumin dari chylothorax. Pemeriksaan laboratorium rutin perlu dilakukan untuk pemantauan albumin dan globulin yang hilang dan kadang diperlukan penggantian albumin.

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus chylothorax pada pasien anak paska pembedahan jantung dengan kelainan jantung bawaan ASD dan PDA serta manajemen nutrisi yang diberikan pada pasien tersebut.

LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan usia 6 bulan telah terdiagnosis menderita Atrial Septal Defek (ASD) Sekundum kecil dan Paten Duktus Arteriosus (PDA) sejak 28 januari 2010 di RSS dan kontrol teratur. Direncanakan akan dilakukan tindakan pemasangan Amplatzal Ductal Occluder (ADO) pada 2 Februari 2010.

Dari pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum anak kurus, compos mentis, gizi kurang, tidak sesak. Tidak dijumpai tanda dekompensata kordis seperti peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, bengkak maupun edema pulmonum. Dari pemeriksaan jantung dijumpai suara jantung S1 tunggal, S2 split tidak konstan, bising kontinu grade 3/6 linea para sternalis sinistra intercostal 1- 2.

Dari pemeriksaan penunjang dijumpai hasil laboratorium darah rutin, elektrolit, koagulogram dalam batas normal, hasil rontgen dada dijumpai right ventrikel hipertrofi, kardiomegali dengan hipertensi pulmonal. Dari hasil ekokardiografi dijumpai hasil ASD sekundum kecil L- R shunt dan PDA sedang besar L- R shunt dengan saran terapi tutup PDA dengan ADO.

Pada tanggal 2 Februari 2010 dilakukan persiapan untuk pemasangan Amplatzal Ductal Occluder (ADO) dengan premedikasi rutin dan berdasarkan hasil kateterisasi tanggal 03 Februari 2010 dijumpai PDA besar dengan diameter 7,25 mm panjang 16 mm, ampula 11 mm, tidak cocok untuk dilakukan pemasangan ADO sehingga tindakan yang direncanakan adalah ligasi PDA. Pasien kemudian dilakukan ligasi PDA pada tanggal 5 Februari 2010 dan dirawat di ICCU dan PICU.

Setelah dilakukan ligasi PDA pada perawatan hari pertama dijumpai efusi pleura pada pasien dengan cairan efusi kental putih dan analisa hasil cairan efusi pleura adalah : warna keruh, jumlah sel : 19.770 mm3, Leukosit 90%, Limfosit 10%, Trigliserida 415 mg%, LDH 332 U/L (312 – 613 U/L), GDS 58 mg%, Cl 50mmol/L (98 – 107 mmol/L), Protein 480 mg% mendukung untuk chylothorax.

Penatalaksanaan chylothorax pada pasien waktu itu adalah pemasangan WSD pasif, dan manajemen nutrisi enteral dengan diet rendah lemak Long Chain Fatty Acid serta pemberian diet Medium Chain Trigliserida dari susu Panenteral atau Progestimil. Serta diet makanan sehari hari diberikan sumber protein nabati yaitu kacang kacangan dan sumber lemak hewani dari ikan. Setelah dilakukan manajemen nutrisi kemudian dilakukan monitor produk jumlah cairan efusi pleura dan analisa cairan pleura meliputi jumlah sel, difftel, Trigliserida. Bila setelah pemberian diet rendah lemak tidak membaik direncanakan akan diberikan Total Parenteral nutrisi dengan Dextrosa dan Asam Amino tanpa pemberian Intra lipid.

Setelah perawatan post operasi ligasi PDA hari ke 10 yaitu pada tanggal 16 Februari 2010 secara klinis dijumpai penurunan produk efusi pleura dan dari analisa evaluasi cairan pleura dijumpai penurunan jumlah sel : 900 mm3, leukosit 8%, limfosit 92%, protein 3100 mg% dan glukosa 10 mg% sehingga manajemen nutrisi enteral dengan susu Progestimil dilanjutkan.

Kemudian pada tanggal 24 Februari 2010 dilakukan operasi repair ligasi PDA setelah perbaikan keadaan umum pasien dengan transfusi Albumin, PRC dan koreksi Hipo Natrium. Manajemen cairan juga dilakukan pada pasien ini terutama untuk penggantian kehilangan cairan efusi pleura sehingga tidak terjadi dehidrasi atau syok. Pada pasien penggantian cairan diberikan secara oral dan infus Ringer Laktat.

Dari kasus diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa chylothorax memang dapat terjadi sebagai efek samping operasi bedah thorax untuk kelainan jantung bawaan dan manajemen nutrisi mempunyai peranan penting dalam penanganan Chylothorax. Selain pemasangan WSD pasif, manajemen nutrisi enteral dengan pemberian diet rendah lemak Long Chain Fatty Acid dan pemberian diet Medium Chain Trigliserida dari susu Panenteral atau Progestimil serta pemberian diet makanan sehari hari dengan sumber protein nabati kacang kacangan dan sumber lemak hewani dengan ikan tanpa pemberian Nutrisi Parenteral terbukti dapat mengurangi produksi cairan chylothorax dan memberikan perbaikan klinis yang cukup baik.

Manajemen cairan terutama untuk mengganti cairan yang keluar dari efusi pleura sangat perlu dilakukan untuk mencegah dehidrasi dan syok pada pasien. Pemberian transfusi albumin kadang dapat diperlukan dalam kasus tertentu untuk penggantian kehilangan protein dari chylothorax. Setelah dilakukan manajemen nutrisi perlu dilakukan evaluasi jumlah produk efusi pleura dan analisa cairan pleura terutama dari jumlah sel, difftel dan Trigliserida untuk memonitor keberhasilan manajemen. Evaluasi analisa cairan pleura dapat dilakukan kurang lebih tiga hari setelah pemberian diet rendah lemak.

PEMBAHASAN CHYLOTHORAX

Cairan “chylus” khas putih seperti susu tidak berbau dan bersifat alkalis, pada kondisi puasa produksi minimal dan menjadi produktif setelah makan makanan berlemak. Komposisi terutama adalah lemak 4 – 40 g/L (60 – 70 % lemak yang diserap usus masuk ke dalam duktus torasikus) protein 30 g/L, sel limfosit. 1

Chylothorax adalah akumulasi cairan limfe yang berlebihan di dalam rongga pleura karena kebocoran dari duktus torasikus atau cabang-cabang utamanya. Beberapa penyebab terjadinya kebocoran chylus : 2
• Limfoma (60%)

• Komplikasi post operatif : diseksi radikal leher (1 – 2,5%), pembedahan jantung dada (0,2 – 1%), reseksi paru.

• Trauma penetrasi (25%)

• Lymphangioleiomyomatosis (LAM)

• Sirosis

• Tuberkulosis

• Kongenital chylothorak

• Idiopatik
Berikut adalah ciri cairan chylus menurut Buttiker et al, 1999 yaitu : 2
• Limfosit > 80 – 90%

• Protein : albumin, imunoglobulin, fibrinogen
• Sel > 1000/ml
• Trigliserida > 110/dl (lebih tinggi dari plasma)

• PH 7,4 – 7,8

• Elektrolit mirip dengan plasma

• Steril

Penatalaksanaan Chylothorak : 1
1. Konservatif, dengan cara : pemberian diet dan nutrisi yang adekuat (rendah lemak), koreksi cairan dan elektrolit dan drainase tertutup (WSD).

2. Intervensi bedah. Tindakan bedah dilakukan bila lebih dari 14 hari tindakan konservatif tidak berhasil, dari kepustakaan 25% kebocoran akan menutup secara spontan dalam interval waktu 14 hari dan 75% butuh intervensi bedah.

Tujuan terapi dari manajemen nutrisi pada chylothorak adalah : 1
1. Menurunkan produksi cairan chylus

2. Mengganti cairan dan elektrolit
3. Memperbaiki status nutrisi dan mencegah malnutrisi

Diet rendah asam lemak rantai panjang
Oleh karena sebagian besar dari asam amino rantai panjang diserap dari usus halus dan masuk ke sistem limfe dalam bentuk khylomikron kemudian menuju sirkulasi seluruh tubuh melalui duktus thorakikus, maka intake enteral harus dibatasi untuk konsumsi asam lemak rantai panjang (Long Chain Fatty Acid). Manajemen nutrisi juga meliputi pembatasan konsumsi lemak dan Medium Chain Triglycerida (MCT) rantai panjang. Sedangkan untuk konsumsi MCT rantai sedang (6 – 12 rantai karbon) dapat diberikan oleh karena absorbsi lemak jenis ini melalui usus dalam bentuk asam lemak langsung menuju ke sistem vena portal berikatan dengan albumin dan tidak melewati sistem limfatik. 3


Gambar 1. Perbedaan jalur absorbsi MCT dan LCT

Long Chain Trigliserida diserap dari usus dalam bentuk khylomikron dan masuk ke sistem limfatik menuju ke seluruh tubuh melewati sistem duktus Thorakikus. Sedangkan Medium Chain Trigliserida (MCT), diserap melalui usus dalam bentuk asam lemak ke vena porta dan sistemik tanpa melewati sistem limfatik atau duktus thorakikus. 3

Dengan membatasi konsumsi Long Chain Fatty Acid (LCFA) maka aliran limfe duktus thorakikus dapat dikurangi dan penumpukan cairan chylus di thorak juga dapat berkurang. Selain itu pasien juga harus tetap diberikan konsumsi kalori, cairan dan elektrolit yang cukup dan asam amino esensial yang cukup. Beberapa sumber dari asam amino esensial antara lain adalah susu kedelai, lemak jagung yang tinggi dalam konsentrasi asam linoleat. Susu kedelai dan minyak canola juga mempunyai konsentrasi tinggi dari asam linolenat. 3

Diet yang terdiri dari MCT sebagai sumber utama sangat penting untuk mengurangi efusi chylus. ASI mengandung Long Chain Fatty Acid yang cukup tinggi, sehingga di beberapa institusi tidak disarankan untuk diberikan pada bayi dengan chylothorak untuk diberikan ASI. Pilihan lain adalah pengunaan ASI yang telah diproses (skim breast milk) sehingga tidak mengandung LCFA, tetapi kadar imunoglobulin, elektrolit tetap sama dengan ASI murni meskipun tetap terdapat kekurangan jumlah kalori, asam amino esensial dan vitamin larut lemak. 2

Diet yang rendah Long Chain Fatty Acid (LCFA) berkepanjangan akan mengakibatkan keadaan defisiensi asam amino esensial atau EFAD (Esensial Fatty Acid Deficiency) yang ditandai dengan gejala klinis kulit kasar, dermatitis, dan pertumbuhan yang terlambat. Pemberian diet bebas lemak pada seorang anak dapat menyebabkan munculnya gejala klinis defisiensi asam amino esensial dalam waktu 2 sampai 4 minggu. Pemberian asam amino esensial yang adekuat perlu diberikan secara bertahap dan bertingkat selama masih bisa ditoleransi oleh karena asam amino esensial tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus di berikan melalui nutrisi. 2

Total parenteral nutrisi juga merupakan pilihan yang baik pada pasien pasien yang tidak stabil oleh karena dapat mengistirahatkan usus secara total dari absorbsi lemak dan dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan asam lemak esensial secara maksimal yang langsung masuk ke pembuluh darah tanpa melewati sistem limfe atau duktus torakikus. Akan tetapi tetap harus diusahakan untuk dicoba pemberian diet enteral rendah lemak atau bebas lemak terlebih dulu. Penelitian Nguyen (1995) menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan kebocoran cairan limfe pada pasien yang diberi TPN dengan yang diberi diet rendah lemak secara enteral. 2

Pada pasien dengan eksternal drainase, dapat digunakan cara seperti di bawah ini untuk menenentukan jenis diet yang akan diberikan, yaitu dengan diet rendah lemak secara enteral atau perlu parenteral nutrisi : 1

  1. Pasein dipuasakan dalam 24 jam dan diberi infus D5, untuk melihat kadar output dari cairan chylus.
  2. Setelah output cairan chylus ditentukan, lakukan diet rendah lemak sejumlah output chylus selama 24 jam 
  3. Berdasarkan hasil di atas dapat ditentukan apakah pada pasien cukup dengan diet rendah lemak atau perlu dilakukan manajemen TPN pada pasien sesuai dengan output cairan chylus.

Manajemen Bedah

Sebagai tambahan penanganan chylothorak selain dengan manajemen nutrisi yaitu dilakukan drainase dari cairan efusi melalui torakosintesis yang kadang diperlukan untuk mengurangi gejala distress respirasi pada pasien. Yang harus diperhatikan kemudian adalah hilangnya cairan dan protein melalui cairan efusi pleura. Pemeriksaan laboratorium rutin perlu dilakukan untuk pemantauan albumin dan globulin yang hilang dan kadang diperlukan penggantian albumin. Di beberapa pusat kesehatan kadang dilakukan pemberian imunoglobulin intravena untuk mengganti kehilangan protein, leukosit, antibodi dan untuk mengkondisikan pasien dalam keadaan optimal setelah operasi mengingat pasien mempunyai faktor resiko tinggi terkena infeksi. 2

Penanganan bedah juga kadang diperlukan dalam penanganan chylothorak seperti ligasi dari duktus thorakikus, pleurodesis atau penggunaan zat iritan lain seperti talk untuk mensklerosing permukaan pleura. Dengan tujuan mengurangi produksi cairan efusi bila setelah tindakan drainase atau manajemen lain gagal dilakukan. 2

Tindakan bedah dapat dilakukan pada hari ke tujuh atau sepuluh setelah diagnosis chylothorak ditegakkan terbukti dapat mengurangi masa inap di rumah sakit. Meskipun penundaan tindakan bedah selama dua sampai empat minggu dapat menurunkan keperluan tindakan bedah. Tetapi penundaan lebih dari empat minggu tidak disarankan. 4

Medikamentosa

Metode terapi lain yang terbaru adalah penggunaan okreotid kontinu atau intermiten secara intravena dalam penanganan chylothorak. Okreotid dapat menurunkan aliran sistem darah di hepar, portal dan splanknik dengan menurunkan produksi limfe dan aliran duktus thorakikus. Okreotid dapat menghambat absorbsi lemak dan menurunkan pelepasan asetil kolin di usus. Asetil kolin diketahui dapat meningkatkan aliran limfe. Sehingga dengan menurunkan asetil kolin dapat menurunkan produksi aliran limfe.

Sebuah case report menyarankan penggunaan 1 – 4 mikrogram/kgBB/jam Okreotid disamping manajemen nutrisi dalam penanganan Chylothorak. Efek samping dari Okreotid yang pernah dilaporkan adalah terjadinya muntah oleh karena penurunan aliran darah, aritmia, bradikardi, pemanjangan interval QT. Oleh karena itu pemantauan fungsi jantung perlu dilakukan dalam pemberian Okreotid. Okreotid diharapkan mengurangi komplikasi terjadinya kekurangan cairan, albumin dan imunoglobulin pada chylothorak. 2, 5

Evaluasi klinis untuk menilai keberhasilan manajemen nutrisi adalah terdapatnya penurunan produk dari drainase paru atau pengurangan efusi pleura secara radiologis. Belum terdapat prosedur tetap untuk evaluasi klinis ini dan biasanya terapi nutrisi dapat dicoba selama 2 sampai 4 minggu. 2, 4

KESIMPULAN

Chylothorak merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Banyak cara dalam penanganan chylothorak seperti tindakan bedah ataupun penggunaan medikamentosa akan tetapi pemberian nutrisi oral atau enteral tetap memegang peranan penting terhadap penatalaksanaan chylothorak. Terapi nutrisi dan monitoring merupakan kunci keberhasilan penanganan chylothorak.

Berikut ringkasan manajemen nutrisi pada Chylothorak :

  • Menurunkan aliran limfe : dengan diet rendah lemak terutama Long Chain Fatty Acid, sehingga disarankan untuk mengkonsumsi Medium Chain Trigyceride (MCT) yang diserap langsung melalui vena porta dan tidak melalui sistem limfatik atau duktus thorakikus.
  • Intake protein yang adekuat : Cairan chylus mengandung 2 gram protein (22 – 60 g/L), Disarankan untuk mengkonsumsi protein sejumlah kehilangan tersebut dari drainase eksternal walaupun mungkin merupakan tantangan untuk pasien yang sedang dalam diet bebas lemak
  • Cegah defisiensi asam lemak esensial : 2 – 4% dari total kalori diberikan dalam bentuk asam lemak esensial agar menghindari terjadinya asam lemak esensial defisiensi yang dapat muncul 1 – 3 minggu dari diet bebas lemak. Pemberian lemak intra vena dapat diperlukan pada pasien yang tidak dapat mengkonsumi lemak secara oral atau enteral.
  • Suplemen Vitamin ADEK : Vitamin larut lemak juga melewati sistem limfe, Multivitamin dan mineral disarankan untuk dikonsumsi pada pasien yang sedang dalam diet lemak oral
  • Monitor balans cairan dan kehilangan albumin, protein dari chylothorak sehingga perlu monitor cairan pleura berupa analisa sel, protein dan trigliserida setelah manajemen nutrisi dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Parrish C. When Chyle Leaks : Nutrition Management Options. PRACTICAL GASTROENTEROLOGY 2004; 17; 60 – 74
2. Suddaby C E, Schille S. Management of Chylothorax in Children. PEDIATRIC NURSING; 2004; 30;
3. Lessen R. Use of Skim Breast Milk for an Infant With Chylothorax. ICAN: Infant, Child, & Adolescent Nutrition 2009; 1; 303
4. Büttiker V, Burger R. Chylothorax in Children : Guidelines for Diagnosis and Management. Chest. 1999;116;682-687
5. Mikroulis D et al. Octreotide in the Treatment of Chylothorax. Chest. 2002; 121; 2079 – 2081