Hari Hepatitis Dunia
Hari Hepatitis Dunia
Tanggal 28 Juli 2010 masyarakat di seluruh dunia memperingati Hari Hepatitis. Peringatan ini merupakan tindak lanjut ditetapkannya Resolusi Sidang Majelis Kesehatan Sedunia (World Health Assembly=WHA) ke-63 Mei 2010 di Geneva, Swiss. Dalam Sidang WHA ke-63 ditetapkan 21 resolusi diantaranya tentang Viral Hepatitis sekaligus ditetapkan tanggal 28 Juli sebagai World Hepatitis Day. Inti resolusi yang merupakan prakarsa Indonesia, adalah menyerukan kepada seluruh negara di dunia untuk melakukan penanganan hepatitis secara komprehensif mulai dari pencegahan sampai pengobatan, meliputi perbagai aspek termasuk surveilans dan penelitian.
Penyakit hepatitis dari berbagai tipe (A, B dan C) merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia. Berdasarkan data, terdapat lebih dari 2 milyar penduduk dunia telah terinfeksi oleh virus hepatitis B dan lebih dari 360 juta penduduk dunia yang menjadi pengidap kronis virus ini. Selain itu, 130–170 juta penduduk dunia merupakan pengidap virus hepatitis C, dengan angka kematian lebih dari 350 ribu per tahun akibat komplikasi hepatitis C.
Di Indonesia, jumlah penderita Hepatitis B dan C diperkirakan mencapai 30 juta orang. Sekitar 15 juta orang dari penderita Hepatitis B dan C berpotensi menderita chronic liver diseases. Indonesia sendiri digolongkan ke dalam kelompok daerah dengan prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas menengah sampai tinggi. Hal itu disampaikan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH pada peringatan Hari Hepatitis Sedunia pertama, di RSUP Sardjito, Yogyakarta. Hadir dalam acara ini, Perwakilan WHO, UNICEF, perwakilan dari kementerian dan institusi terkait lainnya, organisasi profesi dan kemasyarakatan (IDI, PPHI, IDAI, BKGAI, IBI, PPNI), dan produsen vaksin.
Mengutip data Riskesdas tahun 2007, Menkes menyebutkan prevalensi Nasional Hepatitis klinis sebesar 0,6% (rentang 0,2% – 1,9%). Tercatat 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas angka nasional dan tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur.
Selain itu proporsi penyebab kematian pada golongan semua umur dari kelompok penyakit menular, penyakit hati (termasuk Hepatitis kronik) menduduki urutan ke 2. Data Riskesdas 2007 juga menyebutkan, pada golongan umur 15 – 44 tahun,di pedesaan penyakit hati menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian, sedang di daerah perkotaan menduduki urutan ke 3.
Penderita Hepatitis C sebagaian besar dialami oleh kelompok umur 30-39 tahun yaitu sekitar 29,6% dan kelompok umur 20-29 tahun yaitu sekitar 27,0%. Selain itu terdeteksi pula bahwa Hepatitis C juga diderita oleh kelompok umur sangat muda (0-9 tahun) yaitu sekitar 0,2 % dan pada kelompok usia lanjut ( 70 tahun ke atas) yaitu sekitar 5,4%. “Jumlah penderita Hepatitis C yang terdata sejak Oktober 2007 – 2009 adalah 17.999 kasus. Terdapat peningkatan kasus Hepatitis C yang dilaporkan pada tahun 2008-2009. Diharapkan kasus Hepatitis C yang terjadi dapat dilaporkan lebih banyak lagi sehingga dapat menggambarkan besaran masalah Hepatitis C,” tambah Menkes.
Menurut Menkes, untuk menanggulangi penyakit hepatitis ini, pemerintah telah melakukan beberapa upaya, diantaranya melakukan pilot project Imunisasi Hepatitis B di Pulau Lombok (tahun 1986 – 1990), melakukan proses integrasi imunisasi hepatitis B kedalam program imunisasi secara bertahap (tahun 1991-1996), integrasi imunisasi hepatitis B kedalam program imunisasi rutin secara nasional (tahun 1997), meningkatkan cakupan bayi baru lahir (uniject HB) dan kini telah dilaksanakan di seluruh Indonesia (tahun 2003) dengan menyederhanakan jadual imunisasi, maka vaksin hepatitis B digabung dengan vaksin DPT, menjadi vaksin DPT/HB kombinasi (tahun 2004).
Menkes menambahkan cakupan Imunisasi HB 0 (kurang dari usia 7 hari) bervariasi di berbagai provinsi karena sejumlah daerah terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau serta adanya anggapan para orang tua yang tidak mengizinkan anaknya untuk diimunisasi sebelum berumur 40 hari. Pada kesempatan tersebut Menkes meminta semua pihak bahwa pemberian imunisasi hepatits B adalah untuk memutuskan rantai penularan dari ibu pengidap kepada bayinya dan memberikan perlindungan hepatitis B di masa mendatang.
Menkes menjelaskan, sejak tahun 1992 pemerintah telah melakukan penapisan darah melalui bank darah Palang Merah Indonesia untuk hepatitis B, hepatitis C dan HIV/AIDS untuk mencegah penularan melalui transfusi darah. “Meskipun kita telah melakukan berbagai upaya, hepatitis masih merupakan masalah yang besar,” ujar Menkes. Beberapa tantangan yang dihadapi, adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat dan petugas kesehatan, kurangnya data dan informasi, sehingga besarnya masalah tidak diketahui, serta cakupan imunisasi masih belum merata. Selain itu juga fasilitas diagnosis belum merata dan keberhasilan pengobatan masih kurang karena pasien datang terlambat, resistensi virus, dan harga obat yang relatif mahal. Sementara operasi dan transplantasi hati: masih terbatas dengan biaya tinggi
Melihat kenyataan bahwa Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia serta kurangnya kemajuan dalam pencegahan dan pengobatan di dunia, khsusnya di negara berkembang, Indonesia berinisistif diperlukannya upaya global untuk pencegahan dan pengoabatn hepatitis yang bersifat komprehensif. Upaya itu dimulai Indonesia dengan mengusulkan kepada WHO Executive Board agar hepatitis menjadi isu dunia dengan menetapkannya sebagai Resolusi WHA tentang Viral Hepatitis”, terang Menkes. Ditambahkan, usulan Indonesia tersebut diterima oleh WHO Executive Board untuk dibahas dalam sidang World Health Assembly (WHA) atau Majelis Kesehatan Sedunia ke 63 bulan Mei 2010. Majelis Kesehatan Sedunia yang merupakan forum tertinggi Negara-negara anggota WHO menerima usulan Indonesia dan menetapkannya sebagai Resolusi WHA tentang Viral Hepatitis.
Inti resolusi yaitu menyerukan kepada semua Negara di dunia untuk melakukan penanganan hepatitis secara komprehensif mulai dari pencegahan sampai pengobatan meliputi berbagai aspek termasuk surveilans dan penelitian. Dalam resolusi itu juga ditetapkan tanggal 28 Juli sebagai World Hepatitis Day, jelas Menkes.
Tanggal 28 Juli adalah hari kelahiran Dr. Baruch Blumberg, penemu virus hepatitis B pada tahun 1967 dan pembuat vaksin hepatitis B pertama pada tahun 1969. Penemuannya ini, mengantarkan Baruch mendapat hadiah Nobel pada tahun 1976. Sedangkan ditetapkannya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai puncak peringatan, karena mempunyai nilai historis yaitu sebagai tempat pencanangan imunisasi Hepatitis B segera setelah bayi lahir.
Banyak orang baru mengetahui bahwa mereka mengidap virus hepatitis saat menjalani pemeriksaan darah rutin atau saat hendak menyumbangkan darah. Meski pemberitahuan ini pasti mengejutkan, tapi hal itu tak berarti hukuman mati. Namun Anda bertanggung jawab merawat diri sendiri dan mencegah penularan virus hepatitis ke orang lain.
Berikut cara merawat diri bila terkena virus hepatitis.
- Jangan panik. Tetaplah berpikir positif karena banyak orang dengan hepatitis bisa hidup 20-40 tahun tanpa benar-benar menjadi sakit atau gagal lever.
- Menjaga orang lain agar jangan sampai tertular. Hepatitis ditularkan lewat kontak dengan cairan tubuh. Buang dengan saksama semua barang pribadi, seperti tisu dan pembalut, ke dalam tas plastik.
- Tutup semua luka terbuka dengan perban.
- Jujurlah kepada pasangan Anda. Tiap orang yang tinggal bersama pengidap hepatitis harus memeriksakan diri ke dokter secara berkala dan mendapatkan vaksinasi.
- Jika Anda hamil, pastikan dokter kandungan mengetahui kondisi Anda agar bayi bisa mendapatkan penanganan yang lebih baik.
- Jangan mencampur minuman alkohol dengan obat flu dan sakit kepala. Kombinasi ini akan merusak lever Anda, yang sudah bersusah payah melawan virus.
- Jangan berbagi sikat gigi, pencukur bulu, jarum suntik, pemotong kuku, gunting, atau obyek apa pun yang bisa kontak dengan darah atau cairan tubuh Anda dengan siapa pun.
- Jangan berbagi makanan yang telah masuk ke mulut Anda dengan orang lain
- Jangan menyumbangkan darah, plasma, organ tubuh, jaringan, atau sperma.
- Atasilah kelelahan. Seimbangkan hidup dengan melakukan relaksasi dan aktivitas yang teratur.
- Atasilah rasa mual. Jaga tubuh dengan melakukan diet seimbang.
Sumber : Depkes RI
0 Komentar