Indonesia Bebas Dukun 
Oleh dr Vicka Farah Diba

Jika Anda mendengar kata dukun, apa yang ada dalam pikiran Anda? Seorang lakilaki tua dengan asap dupa mengepul, menggumamkan berbagai jampi jampi di sebuah rumah tua penuh dengan suasana mistik nan kelam. Sang mbah dukun biasanya tidak sendiri, dia dikelilingi oleh para tetamu terhormatnya, orang orang kolot dan bodoh yang datang dengan sejuta harapan indah penuh nafsu untuk menguasai dunia dan seisinya. 


Well...mungkin, bayangan ini hampir separuhnya benar terjadi dalam dunia nyata. Tapi sayangnya, "para tetamu" yang datang di jaman globalisasi ini, bukan lah orang orang bodoh dan kolot berpendidikan rendah yang hanya bisa mengharapkan mbah dukun karena tidak punya ketrampilan dalam mengatasi hidup. Tapi justru orang orang pintar, intelek, bersekolah tinggi, bahkan bisa selevel sarjana dan pejabat pemerintahan. 


Saya terus terang tidak percaya ini merupakan suatu fenomena yang sudah "biasa" dalam kehidupan di Indonesia saat ini. Saya kira negara kita sudah terlalu banyak masalah dengan berbagai krisis ekonomi, penyalahgunaan jabatan, korupsi, kolusi atau pun nepotisme. Saya tidak menyangka bahwa krisis ketauhidan pun ternyata juga sangat kental mewarnai kehidupan negara ini. 


Ada satu pengalaman dalam hidup saya, yang tidak akan pernah bisa saya lupakan selamanya. Saya pernah punya seorang teman dimana dia dan keluarganya sangat percaya pada hal hal seperti ini, bahkan mereka sudah menganggap mbah dukun ini sebagai "penasihat spiritual" keluarga mereka yang selalu dilibatkan dalam setiap pemecahan masalah. Baik itu dalam hal mencari jodoh, menghadapi musuh keluarga, mencari kesembuhan penyakit dan bahkan sebagai pelancar rejeki dan pelicin jalan menuju kekuasaan. Herannya yang ikut ikutan jadi tamu sang mbah dukun ini juga orang orang yang sama berpendidikannya dengan teman saya. Bahkan mereka datang dengan mobil mobil mewah seperti yang biasa kita lihat parkir di depan restoran mewah ibukota. 


Saya sering menasehati teman saya ini, dengan berusaha membuka matanya bahwa walaupun dia sudah mempertaruhkan akidah dan akhiratnya toh kehidupan dunianya tidak sebahagia yang dia harapkan.Hidupnya tidak pernah tenang. Selalu ada keruwetan dan konflik aneh yang dia jalani walaupun di satu sisi mungkin dia "mendapatkan" yang dia mau. Tapi entah mungkin saya yang tidak pandai menasehati, atau memang hatinya sudah tertutup. Dia selalu punya seribu alasan untuk membenarkan tindakannya. Hingga sampai saat ini, dengan sangat menyesal saya nyatakan saya belum bisa menyadarkan teman saya. 


Hikmah yang dapat saya ambil dari pengalaman ini adalah, Tuhan bukan tanpa alasan menyatakan bahwa Syirik adalah dosa yang tidak akan pernah diampuni bagi pengikutnya. Bukan karena Tuhan ingin dinomorsatukan, tetapi sebenarnya ini demi kehidupan manusia itu sendiri. 


Syirik adalah suatu penyakit yang bersifat seperti sel kanker, sel kanker adalah suatu sel yang tidak patuh lagi pada penciptanya, dia sesat dan menyesatkan orang lain, dia berkembang biak semaunya dan menyebar merajalela menggerogoti sel sel sehat lainnya. Bayangkan bila tubuh anda terkena penyakit kanker ini. Lalu bayangkan bila sebuah negara terkena penyakit ini. Pasti semua jadi kacau dan tidak terkendali. Itulah sebabnya syirik tidak boleh hidup sedikitpun dalam hati seorang hamba muslim yang mengakui keberadaan Rabb penciptanya. 
Sebenarnya apa yang paling kita takutkan hilang dalam hidup ini? Tidak punya jodoh seumur hidup? tidak punya kekuasaan seumur hidup? tidak punya harta seumur hidup? tidak menjadi artis terkenal seumur hidup? 
Apa yang paling kita takutkan, sehingga harus mempertaruhkan hidup kita yang tidak seberapa ini untuk mengikuti sang musuh nyata?? Naudzubillah minzalik. Semoga kita semua mendapat kesabaran, kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi apapun di dunia ini sehingga kita tidak pernah menjadi pembangkang Rabb kita. Amin YRA.