Photo 1-26-15, 12 49 08 PMAhmed Anak Palestina
Penulis : Vicka Farah Diba

“Abi Pulang!” Salwa sontak meninggalkan kegiatannya menyiram bunga dan menghambur keluar pagar, ketika melihat sebuah mobil putih berlambang bulan sabit merah berhenti di depan rumah.
Tak lama, nampak Abi Salwa turun dari mobil yang segera disambut pelukan hangat Salwa. “Aduh aduh, putri cantik Abi sudah kangen sekali ya” Abi tergelak menerima pelukan Salwa.
Setelah Salwa puas melepas rindu, Zahid sang kakak dan Umi Salwapun datang menghampiri lalu bergantian mencium tangan Abi
“Assalamualaikum Abi” sapa Zahid “Alhamdullilah, Abi telah pulang dengan sehat“
“Bagaimana kabar Palestina sekarang Abi?” tanya Zahid kemudian
“Selalu berdoa untuk saudara kita disana ya Nak” jawab Abi sambil menggengam erat bahu Zahid “Oya, Abi mau memperkenalkan kalian pada seseorang” ujar Abi sambil berbalik ke mobil
Dengan menggunakan bahasa Arab, Abi lalu memanggil seseorang dari dalam mobil. Tak lama, Abi kembali sambil menggendong seorang bocah laki laki tampan, berkulit putih dan bermata bulat, seusia Salwa.
“Anak anak, ini Ahmed dari Palestina” Ayah memperkenalkan bocah tersebut “Abi bertemu dengannya sewaktu menjadi relawan medis di Palestina kemarin” jelas Abi “Ahmed adalah anak yatim piatu, keluarganya tewas dalam sebuah serangan bom. Beruntung dalam serangan fajar itu, Ahmed masih bisa diselamatkan”
“Ahmed mengalami trauma sehingga hanya mau dekat dengan tim medis yang telah merawatnya. Meskipun sampai sekarang, Ahmed masih belum mau berbicara dengan siapapun” sambung Ayah
“Jadi, Ahmed akan tinggal bersama kita Abi? Tanya Zahid
“Insya Allah” jawab Abi “Sampai Ahmed pulih dan bisa memilih untuk kembali”
“Aminnn, semoga Ahmed bisa sehat seperti semula bersama keluarga kita” doa Umi sambil mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk Ahmed.
Sekilas Ahmed kebingungan melihat uluran tangan Umi, namun penjelasan Abi akhirnya membuat Ahmed mau digendong oleh Umi
Salwapun bertepuk tangan gembira dan langsung gantian minta digendong oleh Abinya.

Tak banyak yang berubah dalam keluarga kecil mereka dengan kehadiran Ahmed di rumah. Zahid dan Salwa selalu mengajak Ahmed kemanapun mereka pergi. Meskipun masih belum mau banyak bicara, Ahmed mulai memahami pembicaraan mereka. Bahkan tak ada kendala komunikasi antara Ahmed dan anak anak lain. Saat mengaji bersama di masjid, anak anak senang mengajak Ahmed mengikuti lomba menghapal Quran karena Ahmed banyak hapalan Qurannya.
Seperti malam ini, Ahmed nampak serius menyimak hapalan Quran Salwa di rumah.
“Ahamdullilah, nampaknya Ahmed sudah bisa beradaptasi bersama kita ya” ujar Umi sambil membereskan makan malam mereka
“Benar Umi. Walaupun Ahmed masih belum mau banyak bicara, namun ia sudah bisa memahami pembicaraan kami dan selalu bersemangat bila bertemu anak anak lain terutama saat mengaji di masjid” jawab Zahid
“Dengan membaca AlQuran, maka hatipun menjadi tenang. Itulah yang membuat Ahmed menjadi anak yang tabah dan kuat meskipun mengalami cobaan berat” terang Umi
“Benar Umi. Ahmed memang luar biasa, apapun yang terjadi tak pernah membuatnya berhenti menghapal AlQuran” Zahid memandang Ahmed dengan kagum.

Hari berganti minggu dan minggupun berganti bulan. Tak terasa hampir enam bulan lebih Ahmed tinggal bersama keluarga mereka. Bulan suci Ramadhan pun tiba. Setelah melaksanakan sholat tarawih berjamaah di hari pertama Ramadhan, mereka sekeluarga berjalan pulang ke rumah sambil bergurau bersama.
Dalam perjalanan pulang, beberapa anak tiba tiba melempar petasan ke arah mereka. Petasan itu meledak secara beruntun dengan keras tepat di depan Ahmed. Ahmed yang tak pernah melihat petasan itu sangat terkejut dan langsung berlari ketakutan pulang sambil menangis.
Abipun langsung memarahi anak anak tadi “Hei, kalian kan sudah dilarang bermain petasan, berbahaya!” sayang, anak anak itu tidak bisa mendengar kata kata Abi lagi karena sudah lari menjauh.

Photo 1-26-15, 12 49 08 PMDi rumah, Umi dan Salwa sedang menenangkan Ahmed yang masih menangis sambil meringkuk ketakutan dan menutup telinganya “Sepertinya Ahmed teringat kembali pada peristiwa yang membuat keluarganya meninggal” ujar Umi khawatir
Abi menyuruh Ahmed minum dan berusaha mejelaskan kejadian tadi dengan bahasa Arab, agar Ahmed lebih mengerti dan tenang. Ahmed sudah bisa menarik napas setelah minum teh manis hangat buatan Umi, namun ia masih menangis sedih dengan tubuh gemetar ketakutan. Abi kemudian menyuruh Zahid membawa Ahmed ke kamar dan menyelimutinya agar lebih tenang.
Masih terdengar oleh mereka, Abi berkata kepada Umi dengan penuh sesal “Sebenarnya Abi bermaksud membawa Ahmed ke Indonesia yang damai agar proses penyembuhan traumanya lebih cepat. Tidak semua anak bisa beradaptasi dengan kondisi negara yang penuh konflik dan peperangan terus menerus. Apalagi Ahmed sudah menjadi yatim piatu”
Sambil menyelimuti tubuh Ahmed yang masih gemetar, Zahid meneteskan air matanya. Hatinya pedih melihat kondisi Ahmed. Tak terbayang oleh Zahid bila masih banyak anak anak di luar sana yang tak seberuntung anak Indonesia, bisa tumbuh dan bermain dengan damai.
Dengan geram dan tangan mengepal, Zahid pun berkata pada dirinya sendiri “Aku berjanji bila kelak dewasa nanti, aku akan menjadi seorang Mujahid dan menggempur mati musuh musuh itu”
“La! (tidak)” Ahmed yang jarang bicara itu tiba tiba berkata pada Zahid sambil mengenggam kepalan tangannya.
“La! (tidak)” Ahmed mengulangi kata katanya kembali sambil menggelengkan kepala dengan tubuh gemetar.
“Jihad Zahid disini. Keluarga dan Negara Zahid lebih butuh Zahid. Perang tidak menyelesaikan apapun” ujar Ahmed terbata bata. Berusaha keras berbicara dengan bahasa Indonesia yang bisa dipahami Zahid
Zahidpun mengangguk “Naam (ya), Zahid mengerti maksud Ahmed” Zahid lalu menidurkan Ahmed kembali
“Ahmed istirahat dulu ya, jangan bersedih lagi karena kami adalah keluargamu sekarang”

Zahid, Salwa dan Ahmed akhirnya tumbuh dewasa bersama. Ketiga bersaudara itu mengikuti jejak Abi Zahid menjadi seorang dokter. Membantu anak anak dan keluarga yang membutuhkan baik di tanah air maupun di dunia. Menyembuhkan luka dan trauma Ahmed Ahmed lain, sehingga mereka dapat kembali menebarkan cinta dan perdamaian di dunia.

Moral Cerita :
Dengan membaca AlQuran, hatipun menjadi tenang
Balas perbuatan buruk dengan kebaikan
Jadi anak yang berguna bagi orangtua, negara dan agama