Disentri
Disenteri
Diagnosis :
Tanda untuk diagnosis disentri adalah BAB cair, sering dan disertai dengan darah yang dapat dilihat dengan jelas.
Di rumah sakit diharuskan pemeriksaan feses untuk mengidentifikasi trofozoit Amuba dan Giardia.
Shigellosis menimbulkan tanda radang akut meliputi:
Nyeri perut
Demam
Kejang
Letargis
Prolaps rektum
Di samping itu sebagai diare akut, Disentri bisa juga menimbulkan dehidrasi, gangguan percernaan dan kekurangan zat gizi.
Pikirkan juga kemungkinan invaginasi dengan gejala dan tanda: dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, massa intra-abdominal dan muntah.
Tatalaksana :
- Anak dengan gizi buruk dan disenteri dan bayi muda (umur < 2 bulan) yang menderita disenteri harus dirawat di rumah sakit.
- Selain itu, anak yang menderita keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit.
- Yang lainnya dapat dirawat di rumah
- Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti antibiotiknya
- Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut.
- Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan tinja rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan metronidazol dengan dosis 50 mg/kg/BB dibagi tiga dosis selama 5 hari.
- Jika tidak ada amuba, maka dapat diberikan pengobatan untuk Shigella.
- Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian besar strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap strain shigella di Indonesia adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat
- Beri tablet zinc sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi.
- Pada bayi muda (umur < 2 bulan), jika ada penyebab lain seperti invaginasi, rujuk anak ke spesialis bedah.
Tindak lanjut :
- Anak yang datang untuk kunjungan ulang setelah dua hari, perlu dilihat tanda perbaikan seperti: tidak adanya demam, berkurangnya BAB, nafsu makan meningkat.
- Jika tidak terjadi perbaikan setelah dua hari, Ulangi periksa feses untuk melihat apakah ada amuba, giardia atau peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10 per lapangan pandang untuk mendukung adanya diare bakteri invasif.
- Jika memungkinkan, lakukan kultur feses dan tes sensitivitas
- Periksa apakah ada kondisi lain seperti alergi susu sapi, atau infeksi mikroba lain, termasuk resistensi terhadap antibiotik yang sudah dipakai.
- Hentikan pemberian antibiotik pertama, dan Beri antibiotik lini kedua yang diketahui efektif melawan shigella.
- Jika kedua antibiotik, yang biasanya efektif melawan shigella, telah diberikan masing-masing selama 2 hari namun tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis:
- Telusuri dengan lebih mendalam ke standar pelayanan medis pediatri
- Rawat anak jika terdapat kondisi lain yang memerlukan pengobatan di rumah sakit.
Perawatan penunjang :
Perawatan penunjang meliputi pencegahan atau penanganan dehidrasi dan meneruskan pemberian makan.
Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala simtomatis dari nyeri pada perut dan anus, atau untuk mengurangi frekuensi BAB, karena obat-obatan ini dapat menambah parah penyakit yang ada.
Penanganan Dehidrasi :
Nilai anak untuk tanda dehidrasi dan beri cairan sesuai dengan derajat dehidrasinya
Tatalaksana penanganan gizi :
Diet yang tepat sangat penting karena disenteri memberi efek samping pada status gizi. Namun demikian, pemberian makan seringkali sulit, karena anak biasanya tidak punya nafsu makan. Kembalinya nafsu makan anak merupakan suatu tanda perbaikan yang penting.
Pemberian ASI harus terus dilanjutkan selama anak sakit, lebih sering dari biasanya, jika memungkinkan, karena bayi mungkin tidak minum sebanyak biasanya.
Anak-anak berumur 6 bulan atau lebih harus menerima makanan mereka yang biasa. Bujuk anak untuk makan dan biarkan anak untuk memilih makanan yang disukainya.
Komplikasi : Kekurangan Kalium, demam tinggi, prolaps rekti, kejang, dan sindroma hemolitik-uremik dikelola sesuai standard pengelolaan yang berlaku.
Pencegahan :
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan cara yang mudah dan tidak memerlukan biaya mahal, membiasakan CTPS sama dengan mengajarkan anak-anak dan seluruh keluarga untuk hidup sehat secara dini.
Kapan seharusnya cuci tangan? yaitu :
Sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan
Sebelum menyuapi anak
Sesudah buang air besar dan kecil
Setelah menceboki bayi
Setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian dan
Sehabis bermain/memberi makan dan memegang hewan peliharaan.
Sementara cara yang tepat untuk cuci tangan adalah sebagai berikut :
1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tak perlu harus sabun khusus antibakteri, namun lebih disarankan sabun yang berbentuk cairan.
2. Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik.
3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela-sela jari, dan kuku.
4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain
6. Gunakan tisu/handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air
sumber : Disentri : WHO 2009, CTPS : Depkes RI
0 Komentar