Hari ini 10 DHULHIJJAH 1433 H, tepat pada hari Jumat 26 Oktober 2012. Semua umat Islam di dunia sedang merayakan kebahagiaan di Hari Raya Idul Adha. Semenjak pagi hingga sore, hujan terus membasahi bumi Lancang Kuning ini, memberikan suasana kota yang dingin,  nyaman dan lengang. Saya sangat bersyukur masih diberi kesempatan umur oleh Allah SWT untuk bertemu kembali dengan hari raya Idul Adha tahun ini dan juga masih diberi kelapangan rezki untuk ikut berkurban. Sebagaimana hadis Rasulullah, hikmah berkurban adalah : 

Tetesan darah qurban yang pertama adalah merupakan pengampunan bagi dosa-dosa yang telah lalu, yaitu sebagai penebus dosa yang telah dilakukan. Rasulullah berkata kepada Fatimah, “Wahai Fatimah! Pergilah ke tempat (penyembelihan) qurbanmu dan saksikanlah ia, sesungguhnya tetesan darahnya yang pertama itu adalah merupakan pengampunan bagimu di atas dosa-dosamu yang telah lalu.” (Hadis riwayat al-Hakim)
Dan makna hari raya Idul Adha tahun ini juga sangat berbeda bagi saya, terutama oleh karena terjadi beberapa peristiwa yang mendahului pertemuan saya dengan hari istimewa ini. Tentunya bila dibandingkan dengan latar belakang terjadinya hari kurban dalam kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, kisah saya ini tidak ada artinya. Tapi kisah sederhana itu, bagi kehidupan seorang hamba bernama Vicka Farah Diba cukup berarti dan membuat saya lebih memahami lagi makna sebuah ketauhidan, keikhlasan dan ketakwaan. Serta makna ber-Kurban itu sesungguhnya. 


Beberapa tahun yang lalu dalam kehidupan saya, saya bertemu dengan seorang teman yang keberadaannya cukup memberi kesan mendalam di kehidupan saya. Sayangnya kesan mendalam yang saya maksud disini, bukan dalam artian yang baik. Memang, dalam kehidupan ini kita tidak bisa memilih bahwa orang yang akan kita temui itu semua baik bagi kita, dalam kehidupan ini kita memang harus siap bertemu dengan bermacam macam orang. Ada orang yang hanya akan memanfaatkan kita, ada orang yang akan menjadi sumber ujian bagi kita dan ada juga orang yang akan menjadi sahabat baik, selalu mengingatkan kepadaNya dan menjadi teman dunia akhirat. Semua orang yang datang kepada kita di dunia ini, punya tujuan masing masing dipertemukan olehNya. 

Nah, demikian juga teman saya yang satu ini, tanpa sadar kami sudah berteman sampai tiga tahun dan dalam jangka waktu tersebut saya sudah bertemu dengan keluarganya. Baik itu kakak kakaknya, orang tuanya maupun ipar ipar mereka. Semua punya keunikan yang sama, bahkan ipar iparnya atau pasangan suami istri dari kakak kakaknya, semua suka ke dukun atau sangat kental kepercayaannya terhadap ilmu gaib. Mungkin bisa saja hal ini dikarenakan latar belakang asal usul teman saya ini, dia berasal dari daerah yang konon kabarnya sampai sekarang, masih sangat kental ilmu magic dan peletnya. 


Dulu....dulu...sekali, sebelum bertemu dengan teman saya ini, saya dengan naifnya tidak pernah percaya bahwa ilmu  ilmu seperti itu ada. Saya dan keluarga saya sendiri, termasuk yang sangat menjauhi hal hal tersebut. Bagi kami hal tersebut termasuk syirik yang harus dijauhi. Sebagaimana telah tersebut dengan jelas pada hadis hadis berikut ini : 
“Barangsiapa yang mendatangi peramal untuk menanyakannya tentang sesuatu, lalu dia mempercayainya, maka sholatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” [HR Ahmad (4/68). Hadits shahih].

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah bersabda : Barangsiapa yang mendatangi dukun sihir, lalu membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah ingkar terhadap syariat yang diturunkan kepada Muhammad” [HR Abu Daud (3904). Hadits hasan. 
Sehingga saya sangat heran bila ada orang lain yang sepertinya "hobi" dan malah menganggap bahwa mempunyai ilmu : "Mahabbah' (pelet), pesugihan, ilmu terawang, adalah sebagai salah satu kebanggan atau kelebihan yang mereka miliki. Tapi seperti kata Bondan : Ya sudahlah.... Terserah saja pemikiran dan pemahaman mereka, karena seperti yang sudah pernah saya tulis di Blog ini juga : Indonesia Bebas Dukun, sampai sekarang saya nyatakan, saya gagal dalam usaha membawa teman saya itu menuju arah kebaikan dan merubah cara pandang hidupnya yang sepertinya sudah mengental dan mendarah daging. 


Pada akhirnya, saya hanya bisa  mengambil hikmah, seperti yang saya sudah bahas sebelum ini, orang orang yang menyekutukan Allah atau bahkan TIDAK mengakui keberadaan Tuhan dan Rabbnya tetap bisa saja hidup di dunia ini, tumbuh besar dan menua, bersekolah dan bekerja, lalu menikah dan beranak pinak, bercita cita dan mendapatkan cita citanya atau bahkan mereka sepertinya "lebih sukses" dengan cara dan jalannya tadi. Karena yah, saya pikir....itulah MAHA BAIKNYA TUHAN. Tidak mungkin kan, Tuhan bisa ngambek seperti manusia, lalu tiba tiba menstop jatah oksigen saja buat orang orang ini?? Apa jadinya mereka nanti?? Dan Allah sendiri juga sudah mengijinkan ilmu seperti itu ada, Allah sudah mengijinkan persekutuan mereka dengan jin dan setan di dunia ini. Tapi hanya di dunia ini saja. Di akhirat, janji Allah juga sudah ada buat mereka. 
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman "sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang mempersekutukannya dengan sesuatu dan akan mengampunkan yang lain dari kesalahan [musyrik] itu bagi siapa yang dikehendakinya [menurut peraturan hukum-hukumnya]. dan siapa yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang amat jauh." (An-Nisaa:116)
Dan akhirnya, kembali lagi pada masa kini, pada hari istimewa ini, masih dengan suasana dinginnya hujan di luar kamar. Saya sangat bersyukur dengan segala yang sudah saya miliki atau TIDAK saya miliki saat ini, bahwa apapupun guncangan yang terjadi di masa lalu, seberat apapun itu melukai jiwa, raga dan keluarga saya, tapi setidaknya (mudah mudahan) tidak sampai menggadaikan akidah dan ketahuidan kami. Saya teladani kembali bagaimana taatnya seorang Nabi Ibrahim dan Ismail yang dengan tanpa ragu ragu sami'na wa ato'na (kami dengar dan kami taat) melaksanakan perintah dari Rabbnya untuk menyembelih anaknya sendiri sebagai suatu ujian. Tetapi sesungguhnya bukan "penyembelihannya" itu atau bukan "hasil"nya itu yang dapat menembus Arsy Allah, tapi ketakwaan hambaNya atau ketakwaan kitalah yang dapat mencapai Ridhanya.  
Daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi KETAKWAAN dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Hajj : 37)
Saya berharap semoga di hari raya kurban ini, pertemuan kita (Saya, Anda, semua pembaca blog blog saya) adalah menjadi salah satu bagian "kecil" dari hidup Anda yang bermakna dan bermanfaat untuk saling mengingatkan, menyemangati dalam mencapai ketaatan, ketauhidan, keikhlasan padaNYa. Amin Ya Rabbal Alamin....