TIPS BELAJAR BAHASA ASING UNTUK ANAK
Oleh dr Eka Sari MSc, SpA, Alumni Pediatrik GAMA
Saat ini berdomisili di Mulheim an der Ruhr,Germany
Dalam era globalisasi seperti saat ini rasanya wajar kalau sebagian orang tua beranggapan bahwa belajar bahasa Inggris mutlak diperlukan. Semakin cepat semakin baik. Ibu-ibu bersemangat menyekolahkan anak-anak ke preschool, kindergarten dan sekolah dengan bahasa internasional atau memasukkan anak-anak ke les atau privat bahasa Inggris.
Sementara itu, belum lama ini kita mendengar bahwa pelajaran bahasa Inggris akan dihapuskan dari kurikulum sekolah dasar dan ini akan diberlakukan mulai tahun ajaran 2013-2014. Apakah keputusan ini children friendly? Ataukah justru suatu kemunduran?
THE SOONER THE BETTER?
Sebetulnya berapa usia terbaik atau paling optimum untuk seorang anak mempelajari bahasa kedua? Seperti kita ketahui bahwa biasanya seorang anak akan mempelajari bahasa yang pertama (first language), yaitu bahasa ibu. Anak Indonesia biasanya menguasai Bahasa Indonesia atau bahasa daerah sebagai bahasa yang pertama. Untuk menjawab pertanyaan berapa usia optimum anak untuk belajar bahasa kedua (ketiga dst), mari kita tengok beberapa hal yang berkaitan dengan kemampuan belajar bahasa pada anak.
– Belajar bahasa merupakan proses alamiah seorang anak
Dalam milestones perkembangan seorang bayi mulai mengeluarkan 700 jenis bunyi atau babbling (mengoceh) pada usia 6 bulan. Ia dapat menyerap hingga 2000 kosakata dari lingkungannya saat usia 4 tahun (Kotulak, 1996).
– Crittical Period
Berdasarkan hipotesis periode kritis, seorang anak memiliki periode waktu dimana ia memiliki puncak skill mempelajari bahasa kedua. Peneliti menyebutkan periode ini berlangsung pada 3 tahun pertama kehidupan dan berakhir pada usia 6-7 tahun. Hal ini dihubungkan dengan perkembangan fungsi otak yang plastis pada periode ini.
Setiap anak yang sehat terlahir dengan 100 milyar sel otak, dan masing-masing sel dapat membuat 20.000 koneksi. Seberapa banyak sel membuat koneksi tergantung pada stimulasi lingkungannya (Diamond, 1988; Ornstein, 1984, 1986). 50% kemampuan belajar akan terbentuk dalam usia satu tahun pertama dan 30 persen selanjutnya terbentuk sampai sekitar usia 8 tahun. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak akan membentuk jaras belajar (learning pathways) yang penting di dalam otak (Bloom, 1964). Teori ini dapat dibuktikan di sekolah Swedia yang merupakan salah satu negara multilingual dimana dapat diumpai anak-anak usia 3 tahun dapat berbicara 3 bahasa dengan fasih (Dryden & Vos, 1997).
Peneliti lain berpendapat bahwa periode kritis ini berlangsung hingga usia pubertas, dan inilah periode terbaik untuk belajar bahasa kedua. Hingga usia 12 tahun otak bagaikan spons super yang dapat menyerap segala sesuatu. Selain itu, dalam periode ini akan terbentuk fondasi berpikir, berbahasa, penglihatan, attitude, aptitude dan karakter lain. Setelah melewati tahap ini maka periode kritis akan berhenti dan arsitektur fundamental otak telah sempurna terbentuk (Kotulak, 1996).
APA KEUNTUNGAN MEMPELAJARI LEBIH DARI SATU BAHASA?
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mempelajari lebih dari satu bahasa akan lebih kreatif, menunjukkan kemampuan lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan kompleks dan memiliki nilai yang lebih baik dalam ujian. Sekali seorang anak menguasai bahasa kedua, maka akan lebih mudah untuk memahami struktur bahasa selanjutnya. Secara personal anak akan lebih percaya diri dapat berkomunikasi dengan orang asing.
APAKAH ANAK AKAN ‘BINGUNG’?
Meskipun dikatakan otak anak bersifat plastis dan mudah mempelajari banyak hal, beberapa ahli merekomendasikan untuk memberi waktu yang cukup bagi seorang anak untuk secara penuh menguasai satu bahasa sebelum memperkenalkan bahasa yang kedua, ketiga dan seterusnya supaya mereka tidak melalui masa kebingungan untuk mengekspresikan sesuatu.
Betulkah itu? Ingatkah kita bahwa mungkin sebagian dari kita sudah dapat menguasai dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah semasa periode preschool? Bagaimana ini bisa terjadi?
Secara umum cara belajar bahasa kedua dibagi menjadi dua jenis, yaitu cara simultan (simultaneously) atau sekuensial (sequentially) (McLaughlin et al., 1995; Tabors, 2008).
– Simultaneous Second Language Learning
Belajar simultan ini meliputi proses belajar bahasa kedua pada anak usia kurang dari 3 tahun, dimana anak terekspos 2 bahasa dalam waktu yang sama. Sebagai contoh misalnya seorang anak dengan ibu berbahasa Indonesia dan ayah berbahasa Inggris.
Sebelum usia 6 bulan, bayi dapat belajar dua bahasa dengan kemampuan yang sama. Hal ini disebabkan karena bayi mampu membangun sistem bahasa dalam otaknya secara terpisah namun sama kuatnya untuk tiap bahasa yang didengarnya. Sistem terpisah ini memungkinkan seorang anak belajar lebih dari dua bahasa tanpa menjadi bingung. Akan tetapi setelah usia 6 bulan, anak akan mulai mengenali perbedaan di antara dua bahasa dan mulai memilih salah satu bahasa untuk didengarkan. Hal ini berarti orang tua harus berhati-hati untuk memberikan pejanan (exposure) yang seimbang, karena anak akan mulai melepaskan kosakata bahasa yang lebih sedikit dipejankan padanya. (Espinosa, 2008; Kuhl, 2004).
– Sequential Second Language Learners
Belajar sekuensial adalah cara belajar dimana seorang anak telah familiar dan menguasai satu bahasa kemudian diperkenalkan dengan bahasa kedua. Tidak seperti cara belajar simultan, belajar sekuensial ini dapat terjadi pada usia kapanpun dan dipengaruhi oleh faktor faktor seperti temperamen dan motivasi seorang anak. Semakin tinggi motivasi seorang anak untuk belajar bahasa baru maka akan semakin baik hasilnya.
BAGAIMANA MENGAJARKAN BAHASA KEDUA ATAU KETIGA PADA ANAK?
Ada 6 jaras utama belajar dalam otak, yaitu belajar melalui penglihatan, suara, rasa, sentuhan, bau dan mempraktekkan sesuatu (Dryden & Vos, 1997). Anak dapat belajar dari pendengaran, imitating, dan practicing. Jadi kita dapat menggunakan permainan atau games, lagu dan sebagainya. Dan yang terpenting proses ini haruslah fun, menyenangkan, tidak dipaksakan dan bukan merupakan beban bagi anak. (Jensen, 1994; Dryden & Vos, 1997).
BAGAIMANA BELAJAR BAHASA PADA DEWASA?
Meskipun seorang anak memang secara alami memiliki kemampuan lebih dalam mempelajari bahasa, kita orang dewasa pun dapat belajar bahasa dengan baik. Tentu saja dengan motivasi dan kerja keras.
REFERENSI
Bloom, B.S. (1964). Stability and Change in Human Characteristics. New York: Wiley.
Diamond, M. (1988). Enriching Heredity. New York: Macmillan.
Dryden, G. & Vos, J. (1997). The Learning Revolution. Auckland, NZ: The Learning Web.
Espinosa, L. (2008). Challenging common myths about young English language learners. Foundation for Child Development Policy Brief, Advancing PK-3.
Jensen, E. (1994). The Learning Brain. San Diego: Turning Point for Teachers.
Kotulak, R. (1996). Inside the Brain. Andrews and McMeel.
Kuhl, P. K. (2004). Early language acquisition: Cracking the speech code. Nature Reviews Neuroscience, 5 (11), 831-843.
McLaughlin, B., Blanchard, A., & Osanai, Y. (1995). Assessing language development in bilingual preschool children. NCELA Program Information Guide Series, 22.
Ornstein, R. (1984). The Amazing Brain. Boston: Houghton Mifflin.
Simpulannya Moms and Dads, berdasarkan penelitian di atas :
- Proses belajar bahasa kedua atau bahasa asing yang simultan dapat dimulai pada usia anak 3 tahun
- Periode puncak belajar bahasa kedua yaitu pada usia 3 – 7 tahun sampai pre pubertas (12 tahun)
- Beri waktu yang cukup bagi seorang anak untuk menguasai satu bahasa secara penuh terlebh dahulu (bahasa ibu) sebelum memperkenalkan bahasa kedua, ketiga dan seterusnya supaya mereka tidak melalui masa kebingungan untuk mengekspresikan sesuatu.
- Bila ingin mengajarkan lebih dari satu bahasa pada anak, sebisa mungkin prosesnya dibuat balance dan fun, tidak bersifat memaksakan dan membebani anak.
- Gunakan berbagai sarana yang bersifat menyenangkan seperti permainan,lagu, buku cerita sewaktu mengenalkan bahasa kedua pada anak
Salam Dokter Anakku 🙂
0 Komentar