Parmin dan Pak Haji (II)
Oleh Vicka Farah Diba 

Tergopoh gopoh, Parmin menyusuri jalan kampung yang minus penerangan itu. Sambil membawa senter, sebelah tangannya menjinjing sarung agar tidak kotor kena tanah. Sarung warisan almarhum Bapak, memang tampak kebesaran di tubuh ceking Parmin. Namun itulah sarung terbaik milik Parmin. Yang selalu jadi kebanggan dan hanya dipakai di hari Raya atau mengaji di surau. Seperti malam ini, Ba'da Isya, Parmin dan teman-teman sudah berkumpul di surau untuk mengaji.  

"Kenapa lari lari Parmin?" Tegur Pak Haji "Keasyikan nonton Upin Ipin jadi lupa mengaji ya" gurau Pak Haji melihat Parmin datang terengah engah

"Bukan Pak Haji, Parmin kelamaan menyiapkan dagangan es lilin untuk besok" jelas Parmin 

"Oh, jadi kamu sekarang nggak suka nonton Upin Ipin lagi Parmin?" Goda Ucrit teman ngajinya

"Sekarang simbok tidak memperbolehkan aku nonton TV, Ucrit" keluh Parmin "Kata simbok, TV isinya cuma orang bergunjing dan berantam. TIDAK BAIK untuk anak anak. Jadi, kalau ditonton terus, nanti TVNYA SEMAKIN LAKU"

Pak Haji tergelak dengan penuturan polos Parmin"Simbok kamu memang cerdas Parmin, sama seperti kamu" 

"Apa benar begitu Pak Haji?" Tanya Parmin "Setau Parmin, bangsa Indonesia tidak seperti itu. Buktinya kita bisa merdeka melawan penjajah, karena bangsanya rela berkorban dengan semangat persatuan" 

"Pintar kamu Parmin. Ternyata kamu tidak tidur di kelas Sejarah kemarin" goda Cuplis teman sekelas Parmin

"Aku nggak tidur Cuplis. Jangan2 kamu yang tidur kemaren. Coba kutanya, kamu tau tidak artinya Politik Devide et Impera?" Tantang Parmin

"Tau dongg, itu artinya Politik "pecah belah dan kuasai" strategi bangsa penjajah untuk menguasai bangsa kita. Karena bila kita bersatu, sulit untuk dikuasai bangsa asing. Itu sebabnya pemuda mengikrarkan semangat persatuan dalam Sumpah Pemuda. Walau berbeda beda, tapi tetap SATU bangsa INDONESIA" jawab Cuplis tangkas

"Ternyata kamu memang tidak tidur di kelas kemaren" puji Parmin sambil mengacungkan jempolnya

"Lalu kalau di TV ada Cicak melawan Buaya, sebenarnya ada apa sih?" tanya Ucrit bingung "Setau Ucrit cicak kan nggak pernah ketemu buaya. Kenapa mereka bisa berkelahi?" 

Pak Haji tergelak mendengar diskusi anak muridnya "Kadang org dewasa memang menggunakan bahasa kiasan Ucrit. Sebenarnya cicak sama buaya sih tenang tenang saja. Kalau kamu sudah dewasa, nanti kamu akan mengerti" 

"Oh gitu, jadi bukan cicak dan buaya yang berkelahi" celetuk Sahid, yang dari tadi diam "Lalu sebenarnya siapa yang berkelahi Pak Haji?" 

"Siapapun yang berkelahi, baik teman, saudara, pemimpin, Maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu semua mendapat rahmat. Begitu firman Allah dalam Q.s Al hujuraat ayat 10" jelas Pak Haji  "Janganlah kita justru ikut ikutan MEMPERKERUH susana, apatah lagi MENGAIL di air keruh. Artinya, mengambil keuntungan dari pertikaian tersebut"

"Kami kan hanya anak kampung Pak Haji, apa mungkin bisa melakukan sesuatu?" Tanya Sahid 

"Sampaikanlah walau seayat Sahid, kita menyampaikan BUKAN karena kita lebih pintar atau hebat. Tapi karena manusia tempatnya Khilaf dan salah sehingga WAJIB saling mengingatkan. Suatu saat Pak Haji juga bisa salah dan kalian harus berani menegur yaa.." Pesan Pak Haji

"Lalu kalau pemimpin kita yang salah, apakah kita tegur juga Pak Haji?" Tanya Parmin

"Sampaikanlah kritik dan saran dengan baik, Ingat pesan IMAM AL GHAZALI, kata kata lembut mampu melunakkan hati yang membatu, sebaliknya kata kata kasar mengeraskan hati selembut sutra" Terang Pak Haji "Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah SAMA dengan AMALAN rakyatnya itu sendiri. Bahkan, perbuatan rakyat tercermin dari pemimpin dan penguasa mereka" 

"Jadi kalau ada yang menghujat pemimpinnya, Itu berarti?" pertanyaan Sahid serentak dijawab oleh anak anak "Sama saja menghujat dirinya sendiri" disambung gelak tawa mereka

"Ya sudah, mulai dari diri sendiri, rubahlah dirimu dulu. Jadi segera mulai mengaji, supaya tidak kemalaman dan besok bisa sekolah" Pak Haji menutup diskusi malam itu dengan mulai membuka AlQuran