Sebuah Pengantar
Pertama kali saya bertemu dan mengenal sosok seorang Dahlan Iskan, yaitu ketika beliau masih menjabat sebagai Dirut PLN dan melakukan kunjungan bersama Mantan Menkes Alm. Endang Rahayu Sedyaningsih ke RSUP DR Sardjito Yogyakarta, tempat saya menjalani masa pendidikan sebagai seorang Dokter Spesialis Anak, dalam rangka Hari Hepatitis Dunia.

Pada waktu itu, Pak Dahlan menceritakan pengalaman pribadinya sebagai seorang Real Survivor (dalam arti kata sesungguhnya) dari penyakit sirosis dan kanker hati oleh karena Hepatitis B. Dimana saat itu kondisi hati Pak Dahlan sudah sangat rusak sehingga Dokter menyatakan umur Pak Dahlan tinggal enam bulan atau paling lama dua tahun saja. Pak Dahlan kemudian disarankan untuk menjalani proses “ganti hati” atau transplantasi hati yang tak pernah beliau bayangkan sebelumnya. Tindakan ini jelas saja penuh risiko, apalagi sebelumnya tokoh idola beliau sendiri, Nurcholish Madjid gagal setelah melakukan transplantasi. Cak Nur meningal dunia ketika dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura. Tetapi, Alhamdulilah… Tuhan masih memberi jalan kerberhasilan untuk Pak Dahlan. 

Berdasarkan pengalaman pribadi ini, beliau adalah salah satu tokoh yang sangat menyadari tentang bahaya Hepatitis B (HB). HB merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Tidak kurang dari 2000 juta orang telah terinfeksi virus HB ini dan lebih dari 350 juta merupakan pengidap kronik, yang dalam kurun waktu 10-20 tahun dapat berkembang menjadi sirosis atau hepatoma. Infeksi pada anak kebanyakan bersifat asimtomatik atau sering dengan gejala sub-klinik. Hepatitis B dapat berkembang menjadi bentuk fulminan, dengan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini membunuh 1 juta manusia setiap tahun.

Kondisi Indonesia sendiri saat ini adalah negara dengan angka prevalensi Hepatitis B berkisar antara 5-20 % (termasuk negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi) dengan transmisi vertikal (ibu ke anak) 48%. Sehingga 1,5 juta orang Indonesia berpotensi mengidap penyakit kanker hati. Bahkan saat ini Indonesia menempati peringkat ketiga penderita Hepatitis terbanyak di dunia setelah India dan China dengan jumlah penderita diperkirakan 30 juta orang yang mengidap hepatitis B dan C. Dan setengahnya diduga menderita penyakit hati kronis, serta 10% diantaranya bekembang menjadi kanker hati. Oleh karena itu beliau sangat menyadari pentingnya IMUNISASI HEPATITIS B sejak dini (segera setelah lahir) sebagai tindakan pencegahan dini dari Hepatitis kronis di masa dewasa. (Baca ; The Real Survivor : Dahlan Iskan)

Tujuan utama Imunisasi Hepatitis B ialah untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis kronik serta karier dan bukan untuk menyembuhkan hepatitis akut atau infeksi oleh virus Hepatitis B (VHB).

Sebuah studi menunjukkan 3,9 % ibu hamil merupakan pengidap Hepatitis B dengan risiko transmisi maternal (ibu ke anak) sebesar 45%. Bayi dengan daya tahan tubuh lemah akan mudah tertular penyakit ini dan jika bayi telah terinfeksi virus ini maka risiko menderita kanker hati ketika dewasa nanti menjadi lebih besar. Imunisasi Hepatitis B pada bayi bertujuan agar bayi dapat membentuk antibodi/kekebalan tubuh yang dapat melawan penyakit tersebut, serta untuk mengurangi penyebaran penyakit Hepatitis B.

Oleh karena adanya faktor risiko dan cara penularan vertikal dari ibu ke anak, maka saat ini program imunisasi Departemen Kesehatan memprioritaskan Imunisasi HB pada bayi segera setelah lahir dengan mengintegrasikannya ke dalam program imunisasi rutin yang telah ada.

Pemberian imunisasi HB pada bayi berdasarkan status HBsAg ibu pada saat melahirkan, sebagai berikut:
1. Bayi lahir dari Ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui (seperti pada sebagian besar wanita hamil dan melahirkan di Indonesia)

  • Diberikan vaksin Hepatitis B secara intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak lahir. 
  • Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ke tiga pada umur 6 bulan.
  • Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif, segera berikan 0,5 ml Imunoglobulin anti Hepatitis B (HBIG) (sebelum usia 1 minggu).

2. Bayi lahir dari Ibu dengan HBsAg positif.

  • Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan diberikan 0,5 ml Imunoglobulin anti Hepatitis B (HBIG) dan vaksin Hepatitis B intramuskular, di sisi tubuh yang berlainan (paha kiri dan kanan)
  • Dosis Vaksin Hepatitis B ke dua diberikan 1-2 bulan sesudahnya, dan dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan.

3. Bayi lahir dari Ibu dengan HBsAg negatif.

  • Diberikan vaksin Hepatitis B rekombinan secara intramuskular pada umur 2-6 bulan. 
  • Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ke tiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama.

Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah, tetap dianjurkan untuk diberikan imunisasi, sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan. Hanya dosis yang pertama diberikan pada umur 2 bulan atau lebih sesuai dengan usia kronologisnya, atau berat badan telah mencapai 2 kg. Kecuali apabila diketahui ibu mempunyai HBsAg positif, imunisasi HB mulai diberikan dalam 12 jam pertama dan dosis pertama ini tidak dihitung, namun dilanjutkan 3 dosis lagi sampai total 4 dosis dengan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan (0,1,6 bulan).

Kelalaian dalam memberikan vaksinasi berakibat fatal dan membuat masa depan kesehatan anak suram. Orang dewasa yang terkena Hepatitis B pada masa dewasa, lebih kecil risikonya menderita gangguan hati kronis yang berujung sirosis (pengerasan) dan kanker hati. Kalau ada 10 orang dewasa terkena hepatitis B, 9 orang di antaranya mengalami gangguan hati akut lalu sembuh dan satu orang tetap membawa virus kemudian berkembang menjadi penyakit hati kronis.

Sebaliknya, dari 10 bayi yang terinfeksi saat lahir, 9 di antaranya akan berkembang menjadi penyakit hati kronis. Pada masa anak, tidak terlihat gejala sakit. Namun, 10-20 tahun pertama muncul gejala seperti peradangan ringan, 20-40 tahun kemudian makin berat, puncaknya 40-50 tahun kemudian dapat terjadi sirosis dan kanker hati. Walaupun angka kejadian kecil, tapi dapat juga terjadi hepatitis fulminan (gagal hati berat mendadak) pada bayi karena kematian masif sel hati. Hal itu bisa mengakibatkan kematian bayi.

Pengobatan Hepatitis B pada anak sendiri, belum dapat diandalkan karena belum terlalu baik hasilnya. Selain itu, tidak semua anak dapat diobati. Anak dengan respons imun buruk tidak dapat menerima dengan baik respon pengobatan. Sejauh ini pengobatan yang tersedia adalah interferon dan terapi jangka panjang dengan lamivudin. Keberhasilan pengobatan dengan interferon hanya 20-40 persen pada anak. Interferon disuntikkan seminggu 3 kali selama satu tahun. Efek sampingnya antara lain gejala flu, pegal, pusing, lemas, dan demam. Harga interferon sekitar Rp 1 juta sekali suntik. Tingkat keberhasilan lamivudin sekitar 30 persen. Terapi dengan lamivudin bisa makan waktu 2 tahun lebih. Penggunaan lamivudin dalam jangka waktu lama dapat menurunkan fungsi hati. Saat ini telah tersedia versi generik dari lamivudin oral sehingga lebih murah.

Pada akhirnya pencegahan dengan vaksinasilah yang tetap ideal dan efektif dalam menghadapi peperangan dengan virus Hepatitis B

Jadwal_Imunisasi IDAI_2014

imunisasi2014